[caption id="attachment_217981" align="alignleft" width="300" caption="present"][/caption]
Beberapa hari belakangan ini tak sengaja saya sering melihat sekilas tayangan iklan di pesawat Televisi dan juga media-media lain. Semuanya seperti sedang melakukan kompromi, memasang tayangan, tulisan dan juga gambar baik itu bertujuan sebagai satu bentuk propaganda dari product yang bakalan di jual ke masyarakat luas, atau sebatas jargon semacam iklan layanan masyarakat.
Baik berujud gambar, tulisan, ataupun tayangan itu terlihat sekali menyajikan pokok bahasan yang hampir sama dan serupa, Ramadan sebagai tema utamanya.
Begitu juga saat saya masuk ke dunianya mBak Maya ini, tak sedikit tulisan yang juga membahas hal sama. Rasa senang dan juga bangga terbesit dari hati ini sebagai sesama makhluk Tuhan yang bakalan melakukan Ibadah dengan sebutan puasa Ramadan. Saya sungguh merasa bahagia juga karena kalau tak keburu mati saya pon bakalan menjumpai bulan yang disebut bulan suci itu.
Hanya saja semoga semua yang ada dan bertemakan Ramadan serta didengung-dengungkan itu tak membuat kita merasa menjadi manusia yang memiliki kebebasan lebih. Mungkin ada yang beralasan itu adalah bagian dari dakwah, saya bisa memahaminya. Namun kita terlahir didunia ini bukan terlahir harus mengenakan pakaian seragam yang sama. Di satu sisi tentang hak kebebasan yang sering kita terapkan, ternyata masih ada banyak hak orang (umat) lain yang juga wajib kita hargai, dan sepertinya hal itu acapkali kita lupakan. Kadang karena merasa sebagai mayoritas menggunakan jalan pun aturan dan rambu sering kita terjang, bahkan hak orang lain untuk juga melalui jalan yang sama terabaikan.
Sikap tenggang rasa sebagai sesama makhluk Tuhanbaik terhadap yang mengenakan pakaian seragam ataupun tak seragam tetep musti kita lakukan. Sungguh sangat bahagia (saya) sebagai salah satu umat muslim diberikan kebebasan lebih dinegeri ini, tak tahu apakah itu terlepas dari kata mayoritas dan minoritas atau memang budaya negeri ini yang memang sudah menanamkan kebebasannya.
Jika merunut kisah perjalanan Nabi tentang Isra’ Mi’raj, maka saya pernah membaca penjabarannya mengenai arti Hijrah. Kata Hijrah sebatas pengetahuan saya memiliki arti pindah. Dalam perjalanan Nabi itu kata hijrah bukan saja dimaknai sebagai satu bentuk perpindahan tubuh ini dari tempat satu ketempat lainnya. Namun kata hijrah disini banyak di implementasikan ke dalam ragam yang berwarna. Bahkan perpindahan perbuatan dari yang semula ugal-ugalan akhirnya menjadi alim pun menjadi bagian pada bingkai hijrah tersebut. Masih dalam kerangka hijrah itu saya merujuk bulan yang sebentar lagi bakalan kita lalui. Saat ini masih bulan Sya’ban atau kalo orang Jawa bilang wulan Ruwah, sebagai asal kata dari Ruwat yaitu meruwat orang-orang yang telah tiada mendahului kita dengan cara mengirim bunga juga doa, atau istilahnya nyekar. Mungkin paa journal selanjutnya nanti akan saya coba menuliskannya.
Yang sekarang masih bulan Ruwah Sya’ban, tanpa menghabiskan jari tangan lagi untuk menghitung harinya, kedepannya nanti bakalan kita injak bulan Puasa Ramadan. Mengalir mengikuti waktu kita pun bakalan hijrah juga menuju waktu bernama Bulan Suci Ramadan. Jika berpikir tentang satu aliran waktu ini maka saya teringat kata-kata Spencer Johnson, dalam The Present-nya. Bahwa kemarin adalah saat ini yang sudah lewat, sementara besuk adalah saat sekarang yang masih belum terlewati. Semua adalah sebagai waktu sekarang yang dalam bahasa English bisa di polakan sebagai Present, sementara present bisa didefinisikan sebagai prize a.k.a hadiah. Jadi saat ini adalah satu hadiah dariNYA.
Baik besuk saat menjalankan Ibadah Puasa ataupun hari kemarin yang telah dilewati, serta hari ini saat menjelang bulan Puasa sudah semestinya dijadikan hal yang sama, yaitu hadiahNYA. Jadi sepertinya tiada hari yang tak bisa dimaknai sebagai hadiah ataupun barokah, semuanya termaktub didalamnya. Syah-syah saja kita memuliakan hari berjudul Ramadan, saya pun tak begitu mendilemakannya. Hanya saja tatkala kita memaknai Ramadan sebagai hari istimewa buat ibadah, hendaknya saat ini dan sesudahnya nanti tetap bisa kita bingkai hari-hari itu didalam frame yang sama.
Sudah sering sekali saya jumpai teman-teman yang mampu melakukan pengembaraan tubuh sebagai sorang tourist, menjelajah dari benua yang satu ke benua lainnya. Berpindah dari negara yang satu ke negara lainnya. Semua hanya dilakukan dalam sekejap saja dan tak menghabiskan waktu yang lama.
Pertanyaannya, sudahkan pengembaraan itu kita lakukan pada batin kita..?