Pada hari kamis 2 Febuari silam, militer Amerika Serikat melacak sebuah balon udara yang diduga balon mata-mata milik China. Yang dimana dua hari kemudian pada hari sabtu tanggal 4 Febuari balon tersebut ditembak jatuh oleh pesawat jet tempur F-22 milik Amerika Serikat. Perintah penembakan tersebut diberikan langsung oleh Presiden Joe Biden setelah mendapati bahwa balon tersebut mengudara di atas wilayah situs militer yang sensitif di Amerika Utara.
Tindakan yang diambil oleh Amerika Serikat untuk menembak balon tersebut, saya pribadi melihat bahwa Amerika Serikat melakukannya tidak lebih karena alasan keamanan. Sudah sewajarnya jika Presiden Joe Biden mengambil keputusan tersebut mengingat bahwa balon tersebut telah mengudara di atas wilayah yang sensitif atau bahkan mungkin classified area (wilayah yang dirahasiakan). Insiden ini juga menyebabkan Menteri Luar Negeri Antony Blinken membatalkan kunjungan dinasnya ke Beijing.
Kemudian, respon China menjadi sorotan dikarenakan China menuding Amerika Serikat bereaksi berlebihan atas penembakan balon tersebut. Pihak China terus mengklaim bahwa balon itu hanyalah pesawat pemantau cuaca yang bertujuan unutk penelitian meteorologi dan mereka mengatakan bahwa pesawat tersebut masuk dan nyasar ke area sensitif karena kegagalan manuver. Namun Pentagon meragukan hal itu dan menganggap China berusaha melakukan tindakan spionase.
Dikutip dari mediaindonesia.com dalam artikel berjudul "Tiongkok Tolak Panggilan Pentagon setelah Jatuhnya Balon Udara"
Departemen Pertahanan AS menyebutkan bahwa Tiongkok menolak panggilan telepon antara kepala Pentagon Lloyd Austin dan menteri pertahanan Nasional Tiongkok Wei Fenghe di hari dimana jet tempur AS menembak jatuh balon yang dicurigai sebagai balon pengintai.
"Pada hari Sabtu, 4 Februari, segera setelah mengambil tindakan untuk menjatuhkan balon udara RRT, Departemen Pertahanan AS mengajukan permintaan untuk melakukan panggilan telepon yang aman antara Menteri Austin dan Menteri Pertahanan Nasional RRT Wei Fenghe," kata Brigadir Jenderal Pat Ryder dalam sebuah pernyataan. Ryder juga menambahkan “Sayangnya, RRT telah menolak permintaan kami. Komitmen kami untuk membuka jalur komunikasi akan terus berlanjut," ujar Ryder.
Namun ternyata bukan hanya ada 1 balon udara yang ditemukan, pihak Pentagon juga menemukan keberadaan balon kedua. dikutip dari sebuah artikel mediaindonesia.com yang berjudul “AS Tembak Jatuh Balon Mata-mata Tiongkok”, “Balon itu terlihat di atas Montana, yang merupakan rumah bagi salah satu dari tiga ladang silo rudal nuklir Amerika di Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom. Pentagon juga mengakui laporan tentang balon kedua yang terbang di atas Amerika Latin.”
Pihak China tidak langsung menanggapi kabar balon kedua, yang kemudian Blinken berbicara kepada Diplomat senior Wang Yi melalui panggilan telepon.
"Mengirim balon ke AS adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan bahwa keputusan (Tiongkok) untuk mengambil tindakan ini pada menjelang kunjungan saya merusak diskusi substantif yang telah kami siapkan," paparnya.
Tetap saja intinya, China mengkritik Amerika Serikat terlalu bereaksi berlebihan atas jatuhnya balon udara yang mereka(Militer AS) duga sebagai balon pengintai, China menganggap bahwa Amerika Serikat telah melakukan pelanggaran terhadap praktik internasional. Kementerian Luar Negeri China menyampaikan pernyataannya pada hari Minggu(5/2), Kemenlu China mengatakan “China akan dengan tegas menegakkan hak dan kepentingan perusahaan yang relevan, dan pada saat yang sama berhak untuk mengambil tindakan lebih lanjut sebagai tanggapan." Kementerian Luar Negeri China juga menyayangkan keputusan menembak jatuhnya balon tersebut karena berpotensi merusak hubungan antar kedua negara.
Dilansir dari detiknews, China mengajukan pengaduan ke kedutaan AS di China.