Mohon tunggu...
Rizqo Mazida Umala Ulya
Rizqo Mazida Umala Ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi/UIN Sunan Kalijaga/ 22107030113 (Ilmu Komunikasi D)

Akun ini saya dedikasikan untuk menambah kemampuan menulis serta literasi saya, kedepannya saya berharap dapat menjadi versi terbaik diri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Sinoman dan Keagamaan

27 Oktober 2022   22:43 Diperbarui: 12 Maret 2023   21:23 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gotong-royong merupakan jati diri masyarakat jawa, dan masyarakat Indonesia, melalui gotong-royong pekerjaan yang semula berat akan terasa ringan bahkan sesuatu yang mustahil pun dapat terwujud dengan adanya kerjasama tim.  Selain itu, gotong-royong menjadi sarana pemererat silaturahmi dan memperlancar komunikasi serta menimbulkan rasa tanggung jawab

Gotong-royong erat kaitannya dengan membantu atau meladeni, dalam budaya jawa, istilah laden dalam kamus adalah orang yang bekerja sebagai pembantu tukang untuk menyediakan bahan yang akan dipasang, laden diambil dari kata "ngladeni" yang terjemahannya adalah "melayani", namun laden biasa digunakan untuk melayani seseorang yang memiliki kasta lebih tinggi. Untuk istilah rewang merujuk pada kegiatan masak-memasak  guna membantu jalannya suatu hajatan.  

Dalam gotong-royong berarti saling membantu satu sama lain, saya pernah mendengar seseorang berkata bahwa saat kita membantu orang lain sebenarnya kita sedang membantu diri kita sendiri dimasa depan atau waktu yang akan datang. Tidak peduli siapa orangnya, saat memerlukan bantuan sebisa mungkin harus kita tolong walaupun orang itu tidak terlalu dekat dengan diri kita, karena sejatinya suatu saat nanti teman terdekat kita sekalipun belum tentu bisa membantu saat memerlukan bantuan, bisa jadi orang yang membantu kita adalah orang yang tidak kita sangka. Apalagi dalam sinoman, jelas yang kita bantu adalah orang terdekat yaitu tetangga yang sewaktu-waktu kita juga memerlukan mereka. Manusia adalah makhluk sosial, tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Sinoman berasal dari peradaban jawa dan awal mulanya pada abad ke-14 ini merupakan budaya yang sangat mendasar. Dilakukan oleh muda mudi setempat dengan pakaian formal dan tata cara ada yang menurut cara keraton ada  yang menggunakan cara yang tidak kaku. Intinya adalah sama-sama sabar, mengedepankan sopan santun, dan menghargai tamu.  

Tradisi sinoman ala keraton melakukan jalan berjongkok atau laku dhodhok sekitar lima orang petugas sinoman secara berurutan. Masing-masing membawa nampan dengan tangan dijunjung sejajar dahi.

Dalam hajatan terdapat pembagian tugas antara lain ibu-ibu bertindak sebagai rewang yang membantu memasak dan mengurusi urusan dapur serta cuci piring, muda mudi bertugas sebagai sinoman dan bapak-bapak biasa membantu dalam mengurusi tenda.

Sinoman itu tidak dibayar, mereka bekerja dengan tulus dan ikhlas, hal inilah yang menjadi suatu kearifan lokal budaya jawa yang memiliki nilai gotong-royong dalam hajatan yang ditemukan meliputi nilai keikhlasan, kebersamaan, kesatuan, dan timbal balik.

Dalam agama islam dan budaya jawa sama sama mengajarkan untuk saling menolong satu sama lain, bahu membahu dalam bekerja dan banyak sekali ajaran yang sangat terkait bahwa sebaik-baiknya manusia, adalah yang memberi manfaat bagi orang lain.

Seperti dalam surat Al maidah ayat 2 yang berbunyi :  

wal ta'wan 'alal-birri wat-taqw wa l ta'wan 'alal-imi wal-'udwni wattaqullh, innallha syaddul-'iqb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun