Beginilah tipikal perempuan yang terlalu lama memendam rasa. Malam itu saat sebagian dari orang-orang berkumpul di sebuah ruangan besar. Satu tempat dimana kita merayakan pertunjukan-pertunjukan mewah, meskipun tidak selalu pertunjukan-pertunjukan itu terlihat menarik. Aku selalu berdiri di tempat yang sama. Di balik jendela. Tempat yang paling sempurna untuk menyembunyikan diri dari berbagai pasang mata. Entah mengapa aku begitu senang bersembunyi disaat yang lain sibuk dan ribut berebutan untuk menonjolkan diri.
Aku mungkin pemalu, pemurung, peragu atau pemendam perasaan. Namun justru saat bersembunyi itulah aku menemukanmu diantara kerumunan orang. Berdiri tegak menatap lurus ke arah panggung. Bagiku, siluet bayangan tubuhmu mudah sekali untuk dikenali. Wajahmu terkadang terlihat serius, terkadang juga tersenyum. Aku tak pernah yakin dengan apa yang kau lihat, karena aku merasa bahwa pertunjukkan itu tak cukup menarik. Dimataku, kaulah pertunjukkan menarik itu. Hingga aku menyadari bahwa memang ada perempuan lain di atas panggung itu. Perempuan lain yang membuatmu tak melepas tatapan itu walau hanya sekejap.
Ada saat dimana aku berharap bahwa akulah perempuan diatas panggung itu, perasaan yang membuat pikiran ini menjadi tak terkendali. Tak ada yang lebih menyedihkan dari seorang perempuan agar berharap dirinya menjadi perempuan lain. Aku tahu kau tahu, dan aku yakin orang lain juga tahu kearah mana mata ini selalu menatap. Sekalipun aku selalu bersembunyi dibalik jendela, bibir orang lain takkan selalu terkatup. Aku tahu orang lain bicara dan aku tahu kau mendengar. Gerak-gerik orang yang sedang jatuh cinta itu selalu terlihat berbeda. Perasaanku memang selalu pendiam dan pemalu. Ingin aku berkelakar hanya berpura-pura. Tapi memang tak mudah menipu hati.
Tak bisakah perempuan lain itu menghilang sejenak saja dari isi kepalamu? Karena kau tak pernah berhenti menatap perempuan lain itu, lalu bagaimana bisa aku terus mengharapkan tatapan itu berbalik mengarah kepadaku? Tetapi seiring jalannya waktu yang aku lakukan justru sebaliknya. Aku mencoba untuk mengikhlaskan diri. Aku pun juga tak ingin lagi menjadi seperti perempuan lain itu. Aku tak akan memaksakan perasaanmu. Teruslah menatap perempuan lain itu.
Itulah sebabnya aku memutuskan untuk berhenti.
Ya, berhenti menatapmu.
M.
Saat Yogyakarta terasa begitu dingin, Juli 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H