Sampah merupakan polemik klasik masyrakat yang tidak ada habisnya. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dalam mengatasi persoalan ini, namun pengelolaan masalah sampah merupakan masalah yang sangat pelik dikarenakan kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah khususnya sampah rumah tangga yang tidak terpilah-pilah (Susanti & Arsawati, 2021).
Sampah yang tidak terpilah-pilah ini dan langsung saja dibawa menuju ke tempat pembuangan akhir dimana terjadi proses fermentasi oleh bakteri pada sampah organik yang menghasilkan gas metana. Sifat dari gas metana yang mudah terbakar ini dan kemampuannya dalam menyebabkan ledakan dapat menjadi sumber api di tempat pembuangan akhir.
Bagi sebagian orang mungkin fakta sampah yang dapat menciptakan ledakan ini terdengar sebagai fakta sains yang menarik, namun kenyataannya apabila sampai peristiwa ini terjadi masalah yang ditimbulkan adalah sangat pelik. Hal ini dikarenakan seringkali banyak masyrakat yang tinggal di daerah sekitar tempat pembuangan akhir tersebut dan apabila terjadi ledakan maka akan banyak rumah masyarakat yang terbakar, harta dan banyak benda yang berharga dapat habis dilalap sang jago merah.
Dan memang peristiwa ini benar-benar terjadi dan yang paling terparah adalah pada insiden TPA Leuwigajah yang memakan korban hingga 157 jiwa dan harta yang bernilai sebesar 200 juta. Mungkin apabila hanya peristiwa kebakaran saja dapat diasumsikan bahwa area kebakarannya hanya perumahan daerah sekitar tempat pembuangan akhir saja, dan di situlah permasalahan berakhir.
Namun sebenarnya tidak sampai di situ saja saat kebakaran besar yang terjadi di TPA tersebut terjadi akan tercipta zat karsinogen yang menjadi polusi udara. Polusi di udara ini memiliki sifat yang sangat mematikan karena adpat menciptakan kanker pada paru-paru hingga seluruh tubuh. Zat karsinogen bahkan dapat memasuki telur ayam, yang apabila diekspor menuju luar kota maka dampak efeknya pun lebih besar lagi.
Di dalam UU No 32 Tahun 2009 Pasal 65 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”. Oleh karena itulah dalam memutus mata rantai peristiwa-peristiwa buruk ini harus dilakukan mitigasi terlebih dahulu yaitu dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga yang benar. Pengelolaan sampah rumah tangga ini dapat diatasi dengan melakukan pemisahan sampah organik dan sampah anorganiknya.
Sampah anorganik dapat dipisahkan kembali dan sampah organiknya dapat dijadikan menjadi berbagai hal yang memiliki nilai ekonomi salah satunya yang memiliki nilai paling fantastis adalah sampah organik yang dikelola oleh maggot BSF. Black Soldier Fly dapat menciptakan berbagai produk mulai dari pupuk tanah, pakan ternak, hingga krim kecantikan. Kemampuan maggot BSF yang dapat memakan hingga 3 kali lipat dari berat badannya membuat maggot BSF memiliki protein yang lebih banyak dibandingkan larva.
Pembudidayaan maggot BSF pun apabila dibandingkan dengan larva tidak menghasilkan polusi udara dikarenakan keistimewaanya juga yang mau untuk bahkan memakan dedaunan hijau, apabila dibandingkan dengan larva, larva tidak mau memakan dedaunan segar, dimana ini tentunya memperbesar biaya. Pembudidayaan maggot ini dapat dilakukan dengan cara baik melakukannya secara bersama-sama di lingkungan RT maupun melakukannya secara individu untuk penghasilan sampingan atau bahkan penghasilan utama.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk membudidayakan Maggot (Hakim et al, 2023):
1. Menyiapkan media kendang jaring untuk tempat pembudidayaan maggot BSF.
2 Masukkan secara bertahap dedak, yakult, dan royco ke dalam media. Fermentasikan hingga mengembang. Apabila sudah maka media pembudidayaan sudah jadi.