Jika kita melihat penulis komedi di Indonesia, saya rasa hanya sedikit yang bisa menyamai kemampuan menulis Raditya Dika dan Ferdiriva Hamzah, penulis tersebut terkenal dengan kemampuan mereka dalam menciptakan gelak tawa bagi mereka yang membaca bukunya.
Raditya Dika? Sudah jelas. Ia memiliki kemampuan storytelling yang bukan kaleng-kaleng, memiliki punch-line yang tidak terduga, dan pemilihan diksi yang mengundang tawa. Jika anda belum mengetahui punchline itu apa, hal itu adalah istilah dalam dunia komika yang mengacu kepada 'humor' yang tidak terduga.
Untuk memperjelasnya, saya akan mengutip salah satu kisah sarkas dari buku Mati Tertawa Ala Russia yang disunting oleh Z. Dolgolopa.
Pada saat pemimpin dunia meninggal, mereka berada di surga dengan bahagia, namun kemudian beberapa pemimpin itu merasa khawatir akan rakyatnya yang masih ada di dunia yang mereka rasa masih sengsara, akhirnya mereka pun menghadap kepada Tuhan.
Kennedy pun bertanya kepada Tuhan "Tuhan, berapa lama lagikah baru rakyatku berbahagia?"
"Lima puluh tahun lagi," kata Tuhan.
Kennedy menangis, dan berlalu.
De Gaulle menghadap Tuhan dan memohon, "Tuhan, berapa lama lagikah baru rakyatku berbahagia?"
"Seratus tahun lagi," jawab Tuhan.
De Gaulle menangis, dan berlalu.
Krushchev menghadap Tuhan dan memohon, "Tuhan, berapa lagikah baru rakyatku berbahagia?"
Tuhan menangis, dan berlalu.
(Mengutip dari Mati Ketawa Cara Russia karya Z. Dolgolopa, hal 2)
Kita dapat melihat bahwa dalam cerita tersebut 'punch-line' nya terletak pada akhir cerita, suatu hal yang tidak terduga dan mindblowing sebab berbeda dengan sebelumnya yang para pemimpin menangis dan berlalu, kini Tuhan tersebut yang menangis dan berlalu. Hal tersebut secara sarkas mengatakan; rakyat Kruschev mustahil untuk bahagia.
Kumpulan pendek seperti itu mungkin masih mudah untuk dilakukan, namun jika pada akhirnya kita harus menulis novel komedi dan mengumpulkannya menjadi satu buku, itu cukup riskan.Â
Pasalnya kita harus menaruh punchline sebanyak plot cerita, dan itu harus proporsional, terlalu banyak punchline akan membuat  pembaca 'jengah' karena tertawa, namun tidak ada punchline akan membuat pembaca merasa membeli buku komedi yang salah.
Pembangunan narasi, dialog, deskripsi, sangat menentukan arah komedi yang akan dilontarkan. Melontarkan pemikiran pembaca yang menebak akan seperti namun ternyata seperti itu, susah.Â
Menulis cerita misteri atau detektif, kita bisa menggiring mereka menggunakan metode Red Herring dan plotwist. Menulis cerita komedi? Sama saja melepaskan banyak ikan Red Herring dan berharap pembaca terpancing pada semua jebakan tersebut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!