Lambaian Januari
Dikejauhan Januari melambaikan tangannya
'Aku datang' ucapnya, dengan wajah sumringah dan cerah
Namun kulihat November yang baru saja sirna
Memandangku dengan wajah murung
'apakah aku telah bermakna?' bisiknya dikejauhan
Namun tak ku gubris dan kuarahkan wajahku kepada kota
Dan bangunan-bangunan yang tinggi, dibangun setiap hari
Angkuh menatapku dari balik awan
Ditatapku dengan remeh dan hina
Ia kemudian berucap
Apalah arti rambut baru, gadget baru, motor baru
Bila hari-harimu akan tetap biasa saja
Bila perubahan-perubahan kamu masih biasa saja
Bila mimpi-mimpimu hanya terletak di tempat tidur
Dan keluhan-keluhan yang kau utarakan pada akhir tahun
Selalu aku dengar....
Apalah arti November dan Maret
Bila semua sama saja
Tanpa perubahan yang berarti
Dan kalimat 'andai dulu aku melakukan ini...'
Selalu aku dengar....
Apalah arti besok aku akan melakukannya
Jikalau hari ini kau berada di tempat tidur membangun angan
Dan esok melakukan hal serupa jua
Aku terdiam, kemudian kutatap bulan yang mengangguk
Kutatap matahari yang juga ikut mengangguk
Januari masih melambai, dan November masih mengeluh
Akan tetapi dibawah gedung-gedung kota
Orang-orang tidur dan terbangun
Yang satu melanjutkan mimpi
Yang satu terbangun dari mimpinya
Mencari sesuap nasi!
Puisi Kehidupan: Apakah Kebaikanku Harus Memiliki Agama?
Puisi Romantis : Ingatkah Saat Engkau Menulis Novel Waktu Itu?
Puisi ironi :Â Kau Bukan Istana Kaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H