Catatan Hidupku: Aku ingin hidup, namun aku tidak ingin hidup seperti ini.
Lagi-lagi mimpiku sedang dalam masa pertaruhan, dan ini bukan yang pertama kalinya aku mengalami hal serupa, melainkan sudah banyak kali. Hanya saja ketika aku mencoba memikirkan cara untuk keluar dari masalah ini, aku gagal. Bagai tangan raksasa yang memegang kakiku dan mencegahku untuk melangkah lebih jauh, membuatku terjatuh.
Aku kerapkali menghadapi masalah-masalah eksternal dan bisa menghadapinya dengan santai, aku beberapa kali tersesat di jalan namun bisa kembali kearah yang lurus, aku kerap ditertawakan dan dianggap gila, namun pada akhirnya bisa berdamai dengan semua hal itu.
Namun ketika masalah itu datang dari dalam diri, aku hanya bisa terdiam. Laksana bulan yang cerah namun kini dimakan gelap; aku tak bisa apa-apa. Diriku tak berkutik dan tak berdaya, ingin memiliki sayap untuk menjauh dari masalah itu, namun sayap itu patah pula.
Dan disinilah aku, berada pada titik terendah dengan segala kegagalan-kegagalanku yang telah lalu. Dimana hal-hal yang aku bangun nyatanya adalah sekelumit kegagalan yang telah terjadi, dan aku tidak bisa menghapusnya.
Lagu lama itu mengatakan bahwasanya kau harus berdamai dengan diri sendiri, namun bagaimana aku bisa berdamai? Diri bagai Rusia-Ukraina yang tidak diketahui dimana titik temu perdamaiannya. Mereka ingin bertempur sampai jiwa raga hancur, sampai setiap inchi susunan atom ditubuhku melebur.
Dan aku sesak, ingin bernafas lebih banyak, ingin menghirup oksigen lebih banyak. Namun dalam jurang kejatuhan ini sungguh aku tidak bisa menghirup apapun selain panas dan hawa yang merangkak dari dinding-dindingnya. Memakan jiwaku perlahan-lahan agar menyatu bersama mereka.
Aku ingin lepas, aku ingin mengusir rasa kebas. Hal yang kumiliki saat ini masih belum cukup bila aku ingin menjadi orang yang lebih bermakna. Aku harus melangkah walau kaki ini patah, atau harus merangkak bila hawa itu menjadikan aku tengkorak.
Aku ingin hidup, namun aku tidak ingin hidup seperti ini.
Kaset lain mengatakan bahwasanya aku harus melakukan sesuatu, entah memeluk alam yang merdu serta menyatu bersama kicauan burung-burung di gunung Semeru. Sebagian lain berkata kau butuh waktu untuk sendiri, menguntai makna dari sunyi senyap di lembah-lembah yang sepi. Namun bagaimana aku bisa sendiri? Sebab selama ini aku terbiasa sendiri, dan keheningan tidak akan lagi memihak kepadaku.