Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cuma Ingin Menulis

5 Juli 2021   13:19 Diperbarui: 5 Juli 2021   13:25 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pun tidak tahu harus kutulis apa, kubiarkan jemariku menari diatas keyboard laptop sembari meratapi hidupku yang biasa saja. Aku merasa monoton, hidupku kurasa stagnan, padahal tugas kuliah telah rampung dan kini tidak ada yang menggangu.

Namun anehnya aku kehilangan sesuatu, dan aku sendiri tidak mengetahui apa itu.

Sebagai anak rumahan, aku menghabiskan waktuku didepan laptop, mencoba menulis cerita, mencoba merangkai novel yang tak kunjung selesai. Novel itu bagaikan pergi meninggalkanku, aku curiga apa sebenarnya ia memiliki kaki yang dengan segera membuat ia berlari diatas jalan raya lalu ditabrak mobil sampai tiada.

Aku kehabisan minat dalam menulis, membaca menurutku juga monoton. Tidak ada hal yang membuat aku tertarik, itulah mengapa buku Breathless karangan Anne Stuart pada akhirnya berhenti pada halaman 150, dan selepas itu, zonk! Aku tidak memiliki minat lagi dalam membacanya.

Apa yang anda baca ini juga adalah rangkaian isi otak gabut yang mendekam pada syaraf-syaraf kepala, walau aku mencoba menopang lebih banyak, namun tulisan ini hanya berkisaran pada curhatan-curhatan semu yang tiada berkesudahan. Pada akhirnya, aku pun akan sadar bahwa tulisan ini akan sama seperti tulisan lainnya, ia akan mati dan dikerubungi lalat-lalat sejarah.

Aku sendiri terkadang berpikir mengapa seperti ini, mengapa begitu stagnan? Mengapa dunia yang aku jalani malah seperti sebuah garis lurus yang tak berujung, aku bahkan merasa seperti kereta api yang tidak memiliki arah hidup, aku hanya bergerak mengikuti rel yang kupijaki, berjalan ke tempat yang entah berantah dan akan mati sampai batu bara yang kumiliki habis.

Apa manusia bunuh diri karena masalah yang serupa? Mungkin mereka merasa stagnan sepertiku, merasa direndahkan oleh keadaaan. Diinjak-injak oleh takdir yang bahkan tidak bisa mereka rubah. Padahal manusia mampu merubah takdir, merubah pilihan mereka, namun pada akhirnya, aku merasakan hal yang sama; stagnan.

Tentunya banyak yang berkata: kau harus menikmati waktumu, melanconglah, pergilah ke tempat-tempat rekreasi. Namun pada akhirnya, aku juga merasakan staganan, sebab apa? Sebab aku tidak merasakan tempat disana, aku merasa terasing, bergerak pada poros sendiri, melihat orang-orang memiliki kehidupan sendiri, dan aku, aku masih menyesali hidupku yang kusam, ternoda, serta lusuh, seolah aku hidup sendiri pada dunia yang terasing, atau mungkin, aku yang tidak mengenal duniaku sendiri?

Terkadang aku berjalan tak tentu arah, mengendarai motor pada jalan-jalan yang panjang dan mengharap menemukan keajaiban pada tantangan baru, atau merasakan hal yang membuat aku merasa hidup. Namun aku sendiri tidak tahu, jadi pada akhirnya, semua berakhir pada kekosongan bathin, kembali menjadi stagnan di dunia yang bergerak cepat, kembali menjadi terasing di dunia yang tak pernah berhenti bergerak.

Pada akhirnya, apakah semua akan kembali stagnan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun