Dua artikel di dalam harian Sindo minggu kemarin berturut-turut menerbitkan artikel tentang komentar, teguran, dan harapan dari salah seorang pejabat tinggi (Dirjen) di kementerian pendidikan tinggi yang menyatakan bahwa banyak dosen yang tidur, dan mereka hanya mengejar jabatan struktural. Padahal mestinya dosen harus menjadi academic leader, bukan structural leader.
Terlepas dari pro-kontra pernyataan pejabat tersebut, sepanjang tidak ada aturan yang melarang, maka sah saja seorang dosen ingin menjadi pejabat struktural.Â
Bila seorang  dosen yang profesor, yang dokter, mengabdi melalui birokrasi menjadi pejabat struktural, sementara tugas seorang dosen, profesor, dan dokter, karena telah jelas, baik di UU Guru Dosen, UU Dikti, UU Kesehatan, UU ASN, maka dapat dibenarkan.Â
Apakah salah, seorang dosen mengejar dan menjadi pejabat struktural? bisa Ya, bisa tidak. Sangat subjektif, tergantung ada dimana posisi yang menjawab. Justru yang harus ditelisik dan dicari solusinya oleh para pejabat di kementerian pendidikan tinggi adalah mengapa banyak dosen yang mengejar jabatan struktural? pasti banyak faktor. Tetapi dapat dirunut bahwa salah satu faktor determinan adalah masalah politisasi perguruan tinggi dan birokrasi.
Pemilihan pemimpin perguruan tinggi yang subjektif dan bermuatan politik bisa saja menjadi pemicu utama politisasi perguruan tinggi. Bukan rahasia lagi bahwa di sebagian besar perguruan tinggipun (PTN) ada "partai-partai" bahkan dalam arti harfiah. Budaya akademik sudah berubah menjadi budaya politik. Paling tidak politik akademik.
Hal inilah yang akhirnya menular ke segala penjuru dan relung hati dan pikiran sang dosen. Kalaupun tidak berhasil menjabat di perguruan tinggi, apa salahnya menjabat di pusat atau kementerian ...
tbc..
Â
Â
Â
Â