Tulisan pertama dari tiga
Menggapai Daya Saing Bangsa
Hiruk pikuk mengenai bagaimana profil cabinet Jokowi-JK telah lama usai. Demikian pula perdebatan pro-kontra penggabungan beberapa kementerian termasuk pemisahan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ke Kementerian Ristek.
Tidak kurang dua mantan menteri pendidikan, Daoed Joesoef dan Malik Fajar serta pengamat pendidikan Darmaningtyas termasuk mereka yang kontra atau paling tidak meragukan urgensi penggabungan Ditjen Dikti ke Ristek. Penggabungan tidak akan membawa dampak apa-apa, yang dibutuhkan adalah komitmen dan kemauan politik pimpinan tinggi, kata mereka. Perguruan tinggi dan industri, begitu pula pemerintah (Kementerian) akan tetap berjalan dengan iramanya sendiri-sendiri.
Prakiraan ketiga tokoh tersebut hampir terbukti. Perubahan sekuen nama kementerian yang tidak terlaksana, penyusunan struktur organisasi yang tak kunjung usai menjadi awal tanda-tanda. Hingga detik ini Kemristekdikti masih disibukkan dengan mengatur dan mengisi pejabat struktural. Belum lagi masalah sarana prasarana termasuk masalah psikologis para pejabat khususnya yang berkurang tugas pokok dan fungsinya dan mereka tidak mendapat tempat karena berkurangnya eselon.
Lalu, hiruk pikuk pro-kontra penggabungan beralih ke masalah penempatan pejabat yang disinyalir dan dapat dibuktikan merupakan upaya memperkuat posisi partai dan organisasi tertentu, termasuk penempatan atau pemilihan pimpinan perguruan tinggi. Sampai akhir tahun kementerian ini hanya akan belajar hal baru dan mengurusi internal organisasi. Kemungkinan capaian  kinerja atau serapan 65% pada akhir tahun sudah merupakan prestasi luar biasa.
Khusus terkait seleksi dan atau pemilihan pimpinan, sumpah jabatan menjadi diingkari sendiri, dan cita-cita mulia Undang-undang ASN yang mencita-citakan birokrasi bersih dari KKN (baca nepotisme) dan politisasi menjadi kandas atau dikandaskan.
Lalu, masih mau bicara daya saing bangsa? Quo vadis Kemenristekdikti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H