Mohon tunggu...
Mazda Arova
Mazda Arova Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liputan Local Hero Desa Wonoroto oleh Mahasiswa KKN UNNES GIAT 5: Persatuan dan Kesatuan

22 Agustus 2023   10:02 Diperbarui: 22 Agustus 2023   10:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa bersama Local Hero Wonoroto, Bapak KH. Abdul Kholik (Dok. KKN Desa Wonoroto)

Kabupaten Magelang (03/08/2023) - Istilah "local hero" mengacu pada seseorang yang memiliki peran berarti dalam lingkungan setempat, seperti di wilayah atau desa. Individu ini bersungguh-sungguh untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan kondisi daerah tersebut, dengan maksud untuk menggerakkan desa menuju perbaikan yang lebih baik. Seseorang dapat dianggap sebagai "local hero" apabila mereka memiliki kapabilitas dalam memimpin dan mengilhami penduduk di sekitarnya, dengan tujuan membuat desa menjadi lebih maju.

Sebagai mahasiswa yang sedang menjalankan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Wonoroto, tentunya tim KKN UNNES GIAT 5 Desa Wonoroto ingin memperkenalkan sosok local hero desa kepada masyarakat luas. Bagi masyarakat setempat, tentunya sosok local hero ini sudah amat dikenal karena sangat aktif di lingkungan masyarakat. Namun tidak ada salahnya jika tokoh tersebut diperkenalkan kepada masyarakat luar desa agar dapat menginspirasi lebih banyak orang.

Desa Wonoroto yang terbagi menjadi 4 dusun (Krajan, Tepus, Klesem, dan Bulusari) berada di Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Warga desa Wonoroto dipimpin oleh Bapak KH. Abdul Kholik selaku Kepala Desa sejak tahun 2012 hingga sekarang. Selain dikenal sebagai kepala desa, beliau juga dikenal sebagai salah seorang tokoh agama yang dihormati warga desa. Di bawah kepemimpinan beliau, warga desa Wonoroto terbilang hidup rukun dan harmonis.

Perihal lingkungan masyarakat yang rukun dan harmonis, beliau memberi pendapat khusus terkait adanya perubahan pada sila pertama rumusan dasar negara yang ada di dalam Piagam Jakarta. Perubahan bunyi sila dari "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang diprakarsai oleh Mohammad Hatta dirasa sangat tepat. Hal ini karena meski mayoritas warga negara Indonesia beragama Islam, namun pada dasarnya Indonesia bukanlah negara Islam.

Ada beberapa agama yang diakui di Indonesia, sehingga dibutuhkan sikap toleransi antar umat beragama. Bukti bangsa Indonesia menjunjung tinggi sikap toleransi tercermin jelas pada sila pertama Pancasila yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa". Bunyi sila pertama yang lebih universal tidak memiliki kesan memojokkan atau memaksakan suatu kepercayaan tertentu. Berangkat dari hal ini, diharapkan mampu menumbuhkan sikap saling menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang diyakini.

Dengan penghayatan dan pengimplementasian nilai sila pertama Pancasila, beliau mengharapkan terciptanya persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia tanpa memandang perbedaan dalam kehidupan beragama. Kita tetap mampu memupuk dan mempertahankan kehidupan bermasyarakat yang rukun dan harmonis tanpa harus menggadaikan kepercayaan beragama kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun