Mohon tunggu...
Hanifati Laili Mazaya
Hanifati Laili Mazaya Mohon Tunggu... -

teknologi industri pangan 2009, UNPAD

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keambiguan Seorang Penulis

16 September 2012   15:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:22 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu ke-khas Indonesia adalah bahasanya yang beraneka ragam, belum lagi ditambah dengan bahasa gaul/slank yang semakin hari semakin meraja-rela. Bahasa Indonesia kini nampak kehilangan keasliaannya. Ini lah yang kerap kali membuat saya tertatih-tatih kebingungan dalam menentukan bahasa Indonesia yang mana, yang seharus saya gunakan.

Saya gemar menulis, tapi tidak berarti saya ahli berbahasa Indonesia. Menulis membuat saya harus selalu belajar berbagai bentuk bahasa Indonesia baik bahasa Indonesia gaul maupun yang sesuai dengan EyD. Kecepatan saya dalam menulis terkadang menjadi bumerang bagi saya, karena saya sering kali salah mengetik tulisan. Tulisan dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baku terkadang membuat teman saya enggan untuk membaca tulisan saya tersebut.

Mental saya mulai diuji ketika saya menjabat sebagai penanggung jawab sekaligus editor majalah kampus di Fakultas saya. Aktikel-artikel yang ditulis dari para penulis berbeda-beda, ada yang terlalu polos, lugu, ambigu dan lucu. Bahasanya pun beragam ada yang sangat baku, terlalu gaul/slank, terlalu banyak menggunakan ejaan bahasa luar, terlalu banyak menggunakan majas dan masih banyak lagi. Belum lagi kesalahan pengetikan dan kebiasaan menyingkat kata membuat saya harus berpikir panjang maksud dari penulis. Sudah begini saya akan kebingungan sendiri untuk mengedit tulisan, bahasa yang bagaimanakah yang harus saya gunakan? Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan EyD yang tepat terkadang membuat saya takut, isi dari majalah tidak dimengerti dan tidak disukai oleh mahasiswa di Fakultas, namun jika menggunakan bahasa gaul nampaknya bukan identitas seorang mahasiswa. Si penulis pun terkadang tetap memaksa tulisan yang ia gunakan lah yang paling benar dan bagus padahal beberapa diantara mereka banyak menggunakan kata-kata yang membingungkan.

Saya pribadi lebih senang menggunakan bahasa Indonesia yang baku dibandingkan bahasa yang tidak baku. Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa daerah terkadang membuat saya sendiri terpaku pada percampuran bahasa tersebut tanpa menyadari kesalahan saya. Di sini lah kelemahan dari bahasa Indonesia, sebagai kaum penggerak sudah seharusnya kita mengkaji kembali kebenaran bahasa Indonesia sehingga mempermudah bagi seseorang yang ingin menjadi seorang penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun