Bagi sebagian masyarakat Indonesia secara luas, membuang hajat di atas WC jongkok sudah menjadi hal yang maklum dan lumrah. Tidak seperti WC duduk di luar negeri, WC jongkok merupakan bentuk kenyamanan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Bagi kesehatanpun, WC jongkok menjadi lebih utama dalam membantu proses kesehatan usus besar dan (maaf) anus dalam melakukan proses ekskresi hasil olahan lambung.
Menyikapi hubungan mengenai WC duduk dan WC jongkok, saya berniat menjembatani isi hati beberapa komunitas warga Indonesia yang terkendala dengan hal tersebut.
Musim liburan tiba, pastinya kota besar dipenuhi dengan berbagai kendaraan yang berdatangan dari kota lainnya untuk berkunjung dan berlibur. Begitu juga dengan mereka yang berasal dari kota kecil nan jauh. Tak jarang, tujuan mereka berkunjung ke kota besar adalah untuk berjalan-jalan menikmati indahnya Mall-mall yang berada di kota besar. Sebutlah salah satunya adalah kota Yogyakarta. Dari pengakuan beberapa kenalan, banyak orang dari kota seperti Wonosobo dan Kebumen pergi ke Yogyakarta hanya bertujuan untuk main ke Hartono Mall, Jogja City Mall, Ambarukmo Plaza, ataupun Lippo Plaza.
Usut punya usut, banyak sekali masyarakat yang mengeluh mengenai WC yang ada di mall-mall kota besar. Mengapa?
“weh, ibu raiso nganggo WC sing lungguh.” (Weh, ibu nggak bisa pakai WC duduk)
“weh, aku kesemprot!” (Weh, saya keseemprot!)
Atau celetukan lain yang membuat geli telinga. Setidaknya begitulah kalimat yang tedengar dari kebanyakan mereka. Karena sekarang spot di kota besar yang memiliki target pasar “kalangan menengah keatas” lebih mengutamakan standart internasional atau sebutlah gampangnya WC duduk, daripada kenyamanan dari kepuasan hajat masyarakat awam. Jadi, terpaksalah mereka nongkrong diatas WC yang harusnya digunakan dengan cara duduk tersebut. Dengan susah payah mereka naik dan berjongkok diatas WC yang ber-cap-kan “American Standart”tersebut.
Ingkang sabar nggih buk, pak :) (Yang sabar ya bu, pak..)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tambah curhat :
Nah, mungkin inilah juga yang dirasakan papa saya. Balada OKB (Orang Kaya Baru) sepertinya. Bertahun-tahun berwirausaha dan menabung, kini berhasil memiliki rumah mewah sebagai salah satu asetnya.