Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa hamil ketika masih menyusui bayi adalah sebuah tindakan "kejahatan". Dimana si ibu dan ayah akan di intimidasi dengan kalimat-kalimat sambutan yang tentu tak enak di dengar; setidaknya sebagian besar individu akan merespon seperti itu. Maka kemudian, akan muncul berbagai saran dan pertimbangan orang lain yang sebenarnya tidak dibutuhkan bagi pasangan orang tua tersebut. Mulai dari pemaksaan menyapih sang kakak, hingga kembali lagi pada cemooh mengenai kegagalan perencanaan keluarga. Bukankah mereka lebih jahat pada dasarnya?
Saya adalah contoh nyata dari hal diatas. Baru sebulan lalu saya mengalami keguguran atas kehamilan kedua saya. Sedangkan saat ini bayi pertama saya barulah menginjak umur 9 bulan. Menyusui? Ya. Saya sudah bertekad dan berniat memberikan ASI sebanyak mungkin selagi saya bisa. Demi kesehatan dan lain sebagainya yang dipengaruhi oleh konsumsi ASI, maka saya berusaha semaksimal mungkin menyediakan ASI berkualitas bagi buah hati saya. Namun kemudian menjadi sebuah dilema ketika saya mengetahui kehamilan kedua saya.
Menerima?
Awalnya tidak.
Saya marah, saya bingung. Hingga akhirnya suami meyakinkan bahwa all gonna be well, dan saya percaya. Bertahan hanya beberapa hari hingga mulailah komentar-komentar datang membuat hati tak enak lagi. Mulai dari dokter hingga beberapa anggota keluarga besar memberikan komentar pedas yang justru membuat mental ini naik turun. Bukan karena tidak siap hamil, namun banyaknya saran "menyapih" menjadi hal yang membuat kepala serasa mau pecah.
Akhirnya saya mencari referensi seorang diri dan menemukan artikel berkaitan dengan hal ini. Kisah nyata dari beberapa perempuan yang mengalami hal sama, bahkan hingga berulang kali. Saya bahagia, bahwa ternyata tidak mengapa hamil sembari menyusui. Wanita-wanita tersebut berhasil menyusui dua bayi sekaligus dengan kelahiran berbeda, tanpa putus. Dalam dunia kedokteran dinamakan "menyusui tandem". Namun ternyata, masih banyak dokter yang lebih memilih menyarankan sapih. Bagi saya, itu kejam.
Akhirnya saya memutuskan untuk tetap menyusui selama kehamilan saya. Dan hal ini berlangsung selama 1 bulan. Ternyata, menyusui mengakibatkan kontraksi kecil di dalam rahim. Hal ini tentu sebenarnya sudah saya ketahui mulai saat nifas setelah melahirkan anak pertama - pada saat awal menyusui dan terjadi nyeri pada rahim - dokter berkata, itu hal yang normal. Namun kemudian yang akhirnya saya sadari adalah, kami (saya, bayi, dan janin) berada dalam fase "siapa yang kuat, dialah yang bertahan" . Dalam fase ini, akan terjadi banyak kemungkinan ,
1. Si bayi menyusu dengan kuat sehingga janin kalah dengan kontraksi rahim sehingga menyebabkan keguguran.
2. Si janin kuat di dalam rahim sehingga hormon ibu hamil merubah rasa ASI dan bayi tak mau menyusu lagi.
3. Si ibu tak kuat sehingga ASI tidak lancar dan tubuh melemah.
4. Semua komponen berjalan bagus dan kuat sehingga menyusui tandem dilakukan dengan lancar.
Dan ternyata saya ada pada kemungkinan nomor 1. Saya mengalami pendarahan selama seminggu dan keguguran setelahnya. Namun hal ini sudah menjadi sebuah resiko yang telah melalui banyak pertimbangan dan keputusan. Alhasil, drama keguguran ini sudah tidak mengagetkan lagi bagi sang ibu.
Disini yang ingin saya tekankan pada kalian wahai pembaca adalah, jangan pernah berkomentar atau mengintimidasi sebuah keluarga. Baik mengenai cara hidupnya, keputusannya, atau lain sebagainya. Karena, satu komentar yang terus menerus ditambah akan berakibat fatal bagi kondisi kejiwaan individu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI