Organisasi Karang Taruna, sebagai salah satu wadah yang memainkan peran sentral dalam pembinaan pemuda di tingkat desa atau kelurahan, memegang peranan penting dalam membangun semangat kebersamaan dan solidaritas di kalangan anggotanya. Namun, dalam realitasnya, tidak jarang organisasi ini dihadapkan pada berbagai konflik internal yang dapat mengganggu kohesi dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Konflik-konflik tersebut, jika tidak ditangani dengan baik, dapat menghambat fungsi dan tujuan utama dari Karang Taruna itu sendiri.
Salah satu konflik internal yang sering muncul dalam Organisasi Karang Taruna adalah konflik kepentingan antaranggota. Konflik itu sendiri merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap organisasi dan pada organisasi maupun individu yang selalu berkonflik (Usman, 2016). Â Sebagai wadah yang mencakup beragam latar belakang dan kepentingan individu, tidak jarang anggota Karang Taruna memiliki pandangan yang berbeda mengenai arah dan prioritas organisasi. Konflik semacam ini dapat memicu perselisihan, ketidakharmonisan, bahkan perpecahan di dalam organisasi.
Konflik dalam organisasi Karang Taruna bisa timbul dari sejumlah faktor internal dan eksternal yang kompleks. Perbedaan pendapat dan ide di antara anggota yang tidak dikelola dengan baik seringkali menjadi pemicu utama konflik. Menurut Prof. Dr. Ir. Selo Soemardjan, seorang pakar sosiologi Indonesia, perbedaan pendapat dan ide merupakan hal yang alami dalam setiap kelompok sosial. Namun, jika tidak dikelola dengan bijaksana, perbedaan ini bisa menjadi sumber ketidakharmonisan dan konflik di dalam organisasi.
Akar Permasalahan Konflik
Berdasarkan studi empiris yang dilakukan oleh Rahmawati pada tahun 2022, teridentifikasi beberapa faktor utama yang menjadi akar permasalahan konflik dalam organisasi Karang Taruna. Faktor pertama adalah perbedaan pendapat dan adanya sikap egoisme antar anggota, yang menyumbang sebesar 45% dari total kontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa ketidaksepakatan dan ketidakmampuan untuk mengedepankan kepentingan bersama dapat memicu ketegangan di antara anggota, yang kemudian dapat berkembang menjadi konflik yang lebih besar.
Selanjutnya, kurangnya komunikasi dan transparansi diidentifikasi sebagai faktor kedua yang signifikan, dengan kontribusi sebesar 30%. Kurangnya komunikasi efektif antara anggota dan kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakpuasan, yang pada akhirnya dapat memicu konflik internal.
Ketidakjelasan mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing anggota juga menjadi salah satu faktor yang signifikan, mencapai 20% dari total kontribusi. Ketidakpahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota dapat menciptakan kebingungan dan ketidakpuasan di antara mereka, yang dapat menjadi pemicu terjadinya konflik.
Terakhir, dominasi individu atau kelompok tertentu di dalam organisasi Karang Taruna mencatatkan kontribusi sebesar 5%. Meskipun memiliki kontribusi yang lebih rendah dibandingkan faktor lainnya, dominasi ini tetap menjadi perhatian karena dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan memicu perasaan ketidakadilan di antara anggota.
Dampak
Konflik yang tidak terselesaikan dapat memberikan dampak yang serius bagi organisasi Karang Taruna. Salah satu dampak yang signifikan adalah penurunan partisipasi dan motivasi anggota. Menurut penelitian oleh Supriyanto (2021), ketika konflik terjadi dan tidak diselesaikan dengan baik, anggota cenderung kehilangan semangat dan motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi. Hal ini dapat menghambat kemajuan organisasi karena kurangnya kontribusi dari anggota yang merasa frustrasi dengan situasi konflik yang belum terpecahkan.
Selain itu, konflik yang berlarut-larut juga dapat menyebabkan terpecahnya kelompok dan munculnya faksi-faksi di dalam organisasi Karang Taruna, sesuai dengan temuan dalam penelitian oleh Rahmawati (2022). Terpecahnya kelompok ini dapat mengganggu harmoni dan solidaritas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam organisasi, serta memperlambat pencapaian tujuan bersama.