Mohon tunggu...
Mayra Natalia 41220110009
Mayra Natalia 41220110009 Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mayra Natalia_41220110009_Fakultas Teknik_Jurusan Arsitektur Pendidikan Anti Korupsi & Etik UMB (Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

24 November 2024   01:01 Diperbarui: 24 November 2024   01:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Freud percaya bahwa pengalaman masa kecil memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Orang tua, pendidik, dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan rasa tanggung jawab kepada anak-anak. Ketika superego individu kuat, peluang untuk terlibat dalam perilaku koruptif di masa depan dapat diminimalkan

2. Pemberantasan: Mengidentifikasi Dorongan Bawah Sadar melalui Terapi Psikoanalitik

Dalam tahap pemberantasan, pendekatan psikoanalitis dapat digunakan untuk membantu individu mengidentifikasi dan memahami dorongan bawah sadar yang mendorong perilaku koruptif. Dorongan ini sering kali berasal dari trauma masa kecil, ketakutan akan kegagalan, atau kebutuhan kompulsif untuk memperoleh kekuasaan dan pengakuan.

Melalui terapi psikoanalitik, individu dapat menggali konflik psikologis yang tersembunyi di alam bawah sadar mereka. Misalnya, seorang individu yang terlibat dalam korupsi mungkin memiliki pengalaman masa lalu yang menanamkan rasa ketidakamanan atau keinginan untuk melampaui batas moral demi memenuhi ekspektasi. Dengan mengidentifikasi penyebab utama ini, terapi psikoanalitik membantu individu untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang merugikan.

3. Rehabilitasi Sistemik: Merancang Lingkungan Kerja yang Bebas dari Insentif Korupsi

Selain menangani individu, pendekatan psikoanalitis juga dapat diterapkan pada tingkat kelompok atau organisasi. Psikoanalisis membantu memahami dinamika kelompok yang dapat memengaruhi perilaku anggota. Dalam konteks korupsi, dinamika seperti budaya permisif, tekanan sosial, atau ketidakjelasan peraturan dapat menciptakan insentif untuk melakukan pelanggaran.

Melalui pendekatan ini, organisasi atau pemerintah dapat merancang lingkungan kerja yang lebih sehat, di mana norma-norma yang mendukung integritas ditegakkan, dan mekanisme pengawasan diperkuat. Program pelatihan psikologi kelompok, seperti refleksi atas nilai-nilai kerja, penguatan kepemimpinan moral, dan pemberdayaan kolektif, dapat membantu menciptakan budaya kerja yang mengurangi risiko korupsi.

D.Kesimpulan

Pendekatan Freudian menawarkan perspektif unik dalam memahami akar psikologis dari korupsi. Melalui pendidikan, pengawasan moral, dan intervensi berbasis psikoanalisis, masalah korupsi bisa ditangani secara lebih mendalam.

E.Daftar Pustaka

  1. Freud, S. The Ego and the Id. (1923)
  2. Erikson, E. Childhood and Society. (1950)
  3. Artikel: Fenomena Korupsi Sebagai Patologi Sosial di Indonesia, Neliti.
  4. Universitas Psikologi. Teori Psikoanalisa Freud.
  5. Laporan BPS tentang Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun