“Halo teman-teman! Kenalkan, namaku Ogebe. Sekarang seharusnya usiaku sudah dewasa, 23 tahun. Hobiku menyembuhkan teman-teman dari berbagai macam penyakit lho. Hebat kan!” Itulah, sedikit perkenalan dari OGB. Selanjutnya, giliran kita yang akan mengenal OGB (Ogebe), Obat Generik Berlogo, sahabat kita yang selama ini (masih) dekat di mata jauh di hati.
A.Mengenal Lebih Dekat OGB
Sebelum mengenal lebih dekat si OGB, kita akan berkenalan terlebih dahulu dengan obat generik. Menurut Wikipedia (2012), obat generik adalah obatyang masa patennya sudah habis, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Pada umumnya, terdapat dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo (OGB). OGB sendiri dipasarkan dengan merek kandungan zat aktif atau bahan utama obat.
Selanjutnya, OGB adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan memberikan alternatif obat bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan kualitas dan kuantitas obat yang terjamin, serta harga yang bersahabat.OGB biasanya dikenal dari logo yang menjadi ciri khasnya. Logo OGB adalah lingkaran hijau bergaris putih dengan tulisan “generik” di bagian tengah lingkaran. Logo OGB tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat, dan keamanan.Garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat (Wikipedia, 2012).
OGB diluncurkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1989. Jadi, usianya kira-kira sudah dua puluh tiga tahun. Usia yang sudah cukup matang untuk dikenal masyarakat Indonesia. Namun demikian, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang belum mengenal dengan baik OGB, bahkan cenderung memandang sebelah mata OGB. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih mengenal dan memahami sedikitnya tiga hal tentang OGB. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, kualitas OGB tidak perlu diragukan lagi. Baik OGB, obat generik bermerek, maupun obat yang dipatenkan, mengandung zat aktif atau komponen utama yang sama. OGB mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu (Administrator, 2011). Di samping itu, menurut Hidayati (2009), OGB telah memenuhi berbagai persyaratan sebagaimana obat yang dipatenkan. Persyaratan-persyaratan tersebut di antaranya mengikuti aturan pembuatan obat internasional, memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang telah ditentukan oleh BPOM RI, dan lolos uji bioavailabilitas atau bioekivalensi (BA/BE) untuk menjamin obat generik setara dengan obat yang dipatenkan. Jadi, dalam hal kualitas, OGB sama baiknya dengan obat yang dipatenkan maupun obat generik bermerek.
Kedua, kuantitas OGB dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan. Menurut Muhammad Munawaroh (dalam Majalah Farmacia, 2008: 60), salah satu tujuan pemerintah dengan adanya program OGB adalah untuk menjamin ketersediaan obat untuk seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, dalam satu kali produksi sebuah perusahaan farmasi dapat memproduksi OGB dalam kapasitas yang besar, yaitu dapat mencapai jutaan tablet (Hidayati, 2009).
Ketiga, OGB mempunyai kelebihan dari segi harga yang bersahabat. Harga OGB di pasaran ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan agar OGB dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. jika dibandingkan dengan obat yang dipatenkan maupun teman sejawatnya, yaitu obat generik bermerek, OGB menempati posisi harga yang paling murah. Sebagai obat generik, harga OGB lebih murah jika dibandingkan obat yang dipatenkan karena harga jual OGB tidak memerlukan biaya penelitian dan biaya promosi OGB tidak setinggi obat yang dipatenkan. Di samping itu, kesederhanaan kemasan OGB juga menjadikannya lebih murah jika dibandingkan obat generik bermerek. Kemasan OGB hanya berupa kemasan sederhana dengan logo OGB. Pengemasan OGB hanya bertujuan untuk melindungi obat di dalamnya.
Jadi, beberapa hal yang perlu dipahami oleh masyarakat tentang OGB adalah kualitasnya yang tidak perlu diragukan lagi, kuantitas OGB dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan, dan OGB mempunyai kelebihan dari segi harga yang bersahabat.
B.OGB: Sahabat yang (Masih) Dekat di Mata Jauh di Hati?
“Teman, kenapa sampai sekarang masih banyak yang menganggapku sahabat yang dekat di mata jauh di hati? Aku selalu ingin menjadi sahabat yang selalu dekat dengan kalian, baik di mata maupun di hati,” keluh Ogebe. Mungkin begitulah keluhan Ogebe, ketika dia melihat masih banyak orang yang memandangnya sebelah mata.
Selama ini, ketika kita sedang sakit, kita sering sekali bertemu dengan sahabat kita, OGB. Namun, kebanyakan dari kita justru lebih memilih obat yang bermerek. Padahal, OGB mempunyai kualitas yang sama dengan obat bermerek dan OGB justru lebih murah. Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menggunakan OGB disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya pengetahuan masyarakat tentang OGB yang masih terbatas, adanya anggapan bahwa OGB mempunyai kualitas yang buruk hanya karena harganya yang murah, kurangnya promosi OGB dari tenaga medis sendiri. Jadi, tidak salah kalau kita menyebut OGB: Sahabat yang (Masih) Dekat di Mata Jauh di Hati. OGB yang menawarkan kemudahan untuk masyarakat Indonesia memang sangat mudah kita temui, tetapi masih sulit untuk menempatkannya sebagai obat yang bernilai di mata kita.
Sampai sekarang, OGB masih menjadi sahabat yang dekat di mata jauh di hati. Akan tetapi, pandangan masyarakat terhadap OGB sudah mulai berubah. Menurut Budityas Basuki (2011), persepsi masyarakat Indonesia terhadap OGB semakin baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai penjualan OGB di Indonesia. Beliau menambahkan bahwa pemerintah telah menempuh langkah tepat dalam menanamkan kepada masyarakat bahwa OGB adalah obat yang kualitasnya tidak perlu diragukan lagi, kuantitas terjamin, dan memiliki harga yang bersahabat. Langkah-langkah pemerintah tersebut di antaranya kebijakan pemerintah tentang penggunaan OGB dalam program Jamkesmas dan program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, serta penerapan Peraturan Menteri Kesehatan No.HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Sebagaimana penuturan Budityas Basuki tersebut, persepsi masyarakat Indonesia terhadap OGB semakin baik. Namun demikian, pemahaman masyarakat luas tentang OGB masih perlu ditingkatkan. Peningkatan pemahaman masyarakat tersebut menurut Priyanti dalam Budityas Basuki (2011) dapat ditempuh melalui sosialisasi dan edukasi. Sosialisasi tentang OGB menjadi tanggung jawab pemerintah, perusahaan farmasi, instansi kesehatan terkait, petugas medis, dan media informasi. Sedangkan edukasi, menurut Seto Mulyadi pemahaman tentang OGB perlu ditanamkan kepada anak sejak dini. Hal ini dapat ditempuh dengan memasukkan materi OGB dalam program sekolah dasar dan menciptakan lagu anak-anak tentang OGB.
C.Penutup
OGB sekarang masih menjadi sahabat kita yang dekat di mata jauh di hati. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran, pemahaman, dan partisipasi masyarakat Indonesia dalam menggunakan OGB untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Semua obat bermerek masih menjadi primadona. Oleh karena itu, pemerintah, perusahaan-perusahaan farmasi, instansi kesehatan terkait, petugas medis, media informasi, lembaga pendidikan, dan masyarakat sendiri perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi OGB. Kerja sama berbagai pihak tersebut dapat menjadikan OGB sebagai sahabat yang dekat di mata dan dekat di hati seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
Administrator. (2011). Obat Generik (Don’t Judge It by The Name!). Diambil pada 30 Juni 2012 dari http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=42: obat-generik&catid=1:news&lang=en.
Anonym. (2008). “Obat Generik Berlogo (OGB): Alternatif Obat Bermutu dan Terjangkau” dalamMajalah Farmacia Edisi Januari 2008 Hlm. 60. Diambil pada 30 Juli 2012 dari http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=619.
Budityas Basuki (2011). “OGB Semakin Populer di Tanah Air” dalam Kabar Sehat Edisi 011 April-Juni 2011 hlm. 7. Diambil pada 30 Juli 2012 dari http://www.dexa-medica.com/images/pres120329101960001332989503Kabar%20Sehat%20011-07.pdf
Hidayati. (2009). Edukasi Obat Generik Berlogo di SD Negeri Manggarai 01 Jakarta dalam Jurnal Medika Edisi No 08 Vol XXXV – 2009. Diambil pada 30 Juli 2012 dari http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2009/edisi-08-2009/89-kegiatan/45-edukasi-obat-generik-berlogo-di-sd-negeri-manggarai-01-jakarta.
Wikipedia. (2012). Obat Generik. Diambil pada 30 Juli 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Obat_generik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H