Tuhan menciptakan dunia ini bukan hanya untuk si kaya, tapi juga untuk si miskin yang tak pernah meminta-minta. Dunia ini bukan hanya untuk sang penguasa, tapi juga untuk rakyat jelata dan orang-orang gila.
Kau mengerti? Kaktus-kaktus yang tumbuh di tanah tandus pun ada di sini. Sekumpulan gagak hitam yang terbang sebelum fajar. Serigala yang siap memangsa kawanan domba. Begitu juga dengan kita. Tuhan menciptakan dunia ini untuk kita, sekalipun kau tuli dan aku buta.
Itu ucapanmu yang keseratus kali. Entah berapa kali lagi kau akan mencoba meyakinkanku.
"Aku mencintaimu," katamu terbata. Sementara aku berpura-pura sibuk menyiapkan bubur dan berlarian menuju dapur.
"Aku mencintaimu," katamu lagi. Kali ini kau mendapatkan perhatianku sepenuhnya. Kau selangkah mendekat. Mendekapku erat. Dengan gemuruh yang semakin gaduh di dadaku. Dengan rona merah jambu yang bersemu di wajahku.
Aku tak mungkin menyembunyikan segala letupan ini padamu. Sekalipun kau tak bisa melihatku.
"Aku tahu aksara aksara yang kau tulis. Aku tahu gambar apa yang sedang kau lukis.
Huruf-huruf itu, aku bisa mengejanya. Sekalipun aku buta."
Aku pernah bertanya sesuatu kepadamu sebelum kau memutuskan untuk mengikatku dengan pernikahan.
"Kenapa kau mencintai perempuan tuli? Sementara banyak di dunia ini yang memiliki indera sempurna. Sepertinya kau bodoh. Atau cinta yang membuat kita cukup bodoh?"
"Kenapa kau mencintai lelaki buta?" kau malah melempar pertanyaan itu padaku.
Kau tahu, di luar sana banyak perempuan cantik. Andai kau bisa melihatnya, aku pasti akan cemburu. Pasti. Ya, aku perempuan pencemburu yang tak tahan lelakiku dirayu atau merayu. Dengan begini, aku bahagia kau tak pernah bertemu mereka. Melihat foto seksi mereka. Atau menonton mereka di televisi dengan riasan dan hiasan yang mampu memikat laki-laki.