Mohon tunggu...
Maya Syafana
Maya Syafana Mohon Tunggu... Lainnya - Belum bekerja

saya suka menemukan hal baru dari sudut pandang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Potensi Munculnya Kelompok Radikal Dalam Konflik Natuna di Laut China Selatan

25 Mei 2024   11:44 Diperbarui: 4 Juni 2024   00:15 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar I-KHub 

Oleh : Maya syafana 

Pulau Natuna kini menjadi pusat perhatian dalam konflik yang terus berlanjut di Laut China Selatan, pasalnya pulau yang kaya akan sumber daya alam berupa gas dan hasil lautnya ini berada dalam klaim China lantaran letaknya yang masuk ke dalam Nine Dash Line atau 9 garis putus-putus yang di gambarkan pemerintah Tiongkok sebagai klaim wilayahnya di Laut China Selatan. Disisi lain, Indonesia menegaskan klaimnya atas Natuna berdasarkan hukum internasional, terutama konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa  tentang Hukum Laut (UNCLOS). Namun tetap saja, konflik yang terjadi di Laut China Selatan tak kunjung reda dan menemukan titik terangnya. Hal ini dapat memunculkan banyaknya ancaman yang akan di hadapi oleh bangsa Indonesia yang tak terprediksi ke depannya.

Kehadiran kaum radikal di wilayah konflik seperti Laut China Selatan bisa saja muncul dan menjadi ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia. Kelompok radikal ini dapat memanfaatkan ketegangan di wilayah tersebut  untuk menyebarluaskan pengaruh dan menciptakan ketidakstabilan yang dapat mengganggu kedaulatan dan keamanan Indonesia. Kelompok radikal ini dapat muncul lantaran kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Belum lagi kebijakan yang tidak konsisten akibat perubahan kepemimpinan di tiap periode yang mengakibatkan melemahnya pengawasan terhadap Natuna. Di era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (2014-2019), kebijakan penenggelaman kapal asing ilegal yang tertangkap di perairan Indonesia diterapkan secara tegas. Saat itu sebanyak 33 kapal asing dari Vietnam, China dan Thailand tertangkap mencuri ikan di perairan Selat Lampa, kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Minggu (29/10/2017) siang. Kapal asing itu di tenggelamkan sebagai bukti bahwa Indonesia tegas dalam hal menjaga kedaulatannya. Namun seiring pergantian kepemimpinan dan susunan kabinet baru, kebijakan ini kian terlupakan dengan pengalihan aparat keamanan di proyek lain yang di anggap lebih mendesak ditambah kurangnya peran lembaga yang bersangkutan. Hal itulah yang dimanfaatkan para oknum asing ilegal di wilayah Natuna. Pemerintah seharusnya lebih memfokuskan diri terhadap sesuatu yang mengancam kedaulatan bangsa Indonesia ke depannya dengan mempertahankan eksistensi ketegasan Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya.

Selain itu, di beberapa periode pemerintahan, pendekatan Indonesia terhadap konflik di Laut China Selatan dapat berbeda. Misalnya Indonesia dengan vokal mengambil sikap tegas dalam forum internasional mengenai pelanggaran oleh kapal-kapal China di perairan Natuna, namun di periode lain pendekatan diplomatis yang di ambil justru lebih untuk menjaga hubungan ekonomi yang baik dengan China. Indonesia dirasa seperti tidak konsisten terhadap pendiriannya. Hal inilah yang dapat di manfaatkan oleh kaum radikal untuk memobilisasi dukungan dan memperkuat narasi mereka dengan menggambarkan pemerintah tidak kompeten atau tidak peduli terhadap kepentingan rakyat. Mereka dapat bergerak dengan leluasa untuk menyebarkan pahamnya dan mencari anggota baru lantaran melemahnya pengawasan di Natuna.

Untuk itu pemerintah harus tegas mempertahankan kedaulatannya pada konflik di Laut China Selatan. Hal ini dapat di mulai dengan meningkatkan kemandirian ekonomi nasional, penguatan kapabilitas militer dengan patroli rutin, penggunaan teknologi seperti radar dalam mendeteksi kapal asing yang masuk di perairan Natuna, meningkatkan koordinasi antara TNI Angkatan laut, Kementrian kelautan dan perikanan serta instansi lain yang bertanggung jawab atas keamanan maritim bahkan mendirikan pangkalan militer seperti yang di lakukan oleh China di Laut China Selatan. 

Disisi lain, keberadaan pangkalan militer China di Laut China Selatan tidak hanya mengancam kedaulatan bangsa Indonesia, namun juga negara lain di ASEAN. Indonesia juga bisa menggunakan kesempatan ini untuk bersama bergandeng tangan dengan negara yang ikut bersengketa di Laut China Selatan agar bersama-sama menjaga stablitas dan keamanan wilayahnya. Dengan itu kita dapat bersama-sama meningkatkan keamanan maritim di kawasan Laut China Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun