Islam merupakan agama yang memudahkan umatnya. Salah satunya bahwa agama Islam menganjurkan umatnya untuk menikmati segala sesuatu yang ada di dunia dengan tetap berada dalam batasan yang ditentukan oleh Allah SWT. Era globalisasi membawa peran wanita yang relevan dengan tantangan zaman yang terus berjalan. Islam tidak menghalangi terkait dengan peran wanita untuk melakukan pekerjaan. Perubahan zaman, menjadi salah satu tantangan bagi semua manusia salah satunya yaitu wanita yang dituntut dengan peran yang multidimensi. Berpendidikan tinggi, berwawasan luas, cantik, pintar dan berprestasi menjadi jalan menuju sebutan "wanita karier".
Siapa sih yang tidak ingin menjadi seorang wanita karier? Pastinya menjadi wanita karier merupakan impian dari berjuta-juta wanita yang ada di dunia. Terlebih ketika wanita tersebut memiliki pendidikan yang tinggi menjadikan impiannya sebagai wanita karier harus bisa diraih dan dicapai. Berbicara tentang karier, bayangan di depan mata masyarakat pastinya dengan memakai busana yang rapi, memakai sepatu dengan menenteng tas dan pergi ke kantor. Dengan menjadi wanita karier orang tua mana yang tidak senang/bangga ? Pastinya memiliki anak yang menjadi seorang wanita karier menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi orang tua.
Karier merupakan pekerjaan yang diperoleh berdasarkan pendidikan yang secara khusus atau keterampilan yang membutuhkan keseriusan dalam mengembangkannya. Sebutan wanita karier yaitu menekuni suatu profesi ataupun pekerjaan dan melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan hasil dan prestasinya. Terus bagaimana anggapan di kalangan para ulama kontemporer dan perspektif dari agama Islam terkait dengan wanita karier? Apakah pendapat-pendapat dari ulama kontemporer maupun dari perspektif agama Islam sendiri menolaknya? Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar dan menjadi hal yang penting ketika seorang wanita ingin menjadi wanita karier. Permasalahan terkait dengan hukum wanita yang bekerja di luar rumah menjadi kajian dan permasalahan yang menarik untuk di gali lebih dalam lagi khususnya dari kalangan ulama. Ayat yang berkaitan dengan wanita karier terdapat dalam Q.S Al-Ahzab ayat 33 sebagai berikut,
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ (٣٣)
Artinya : "Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." ( Q.S Al-Ahzab : 33)
Dalam Q.S Al-Ahzab ayat 33 menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan rambu-rambu kepada wanita terhadap perbuatan dan tingkah lakunya. Dalam FirmanNya Allah SWT meminta bahwa wanita itu tetap menetap dan tinggal di rumah kecuali memang ada kepentingan dan dibenarkan dalam adat dan agama. M.Quraish Shihab berpendapat terkait dengan Q.S Al-Ahzab ayat 33 bahwa perintah untuk berdiam diri di rumah dan dilarang keluar rumah merupakan sesuatu yang bersifat kewajiban hanya bagi para istri Nabi Muhammad Saw, akan tetapi untuk wanita mslimah hanya bersifat kesempurnaan dan anjuran saja yaitu tidak wajib. Hal ini didasarkan pada ayat sebelumnya yaitu Q.S Al-Ahzab ayat 32 yang sebagai berikut,
يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ (٣٢)
Artinya : “Wahai istri-istri Nabi, kamu tidaklah seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.”
Sudah jelas pada ayat 32 yang mana perintah ayat ini ditunjukkan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad Saw sebagai kewajiban.
Pendapat M.Quraish Shihab sejalan dengan pendapat Ibnu Katsir yaitu dengan memberi kelonggaran untuk membolehkan seorang wanita itu keluar rumah tidak hanya dalam hal darurat saja akan tetapi juga hal yang dibenarkan oleh agama seperti shalat. Selain itu juga ada pendapat Muhammad Quthub yang menjelaskan bahwa wanita itu juga diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah. Beliau mendasarkan karena pada masa nabi dahulu juga dijumpai ada juga wanita yang bekerja di luar rumah sedangkan nabi juga tidak melarangnya. Menurut Muhammad Quthub diperbolehkannya wanita yang bekerja di luar rumah karena dalam keadaan darurat. Keadaan darurat ini misalnya wanita bekerja karena tidak ada yang membiayainya.
Menurut M. Quraish Shihab bahwa prinsipnya agama Islam tidak melarang wanita bekerja di dalam ataupun di luar rumahnya. Baik secara mandiri atau bersama-sama, dan dengan instansi swasta atau pemerintah asalkan selama pekerjaan itu dilakukannya dalam kondisi terhormat. Wanita bisa memelihara tuntunan agama serta dapat menghindarkan dampak-dampak negatif dari pekerjaan yang dilakukan yaitu terhadap diri dan lingkungannya. Berbeda jika wanita itu sudah berkeluarga maka wajib seorang wanita itu sebelum bekerja ia harus mendapatkan izin dari suaminya. Sedangkan penafsiran kontemporer menurut Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi bahwasanya dia membolehkan perempuan bekerja di luar rumah sepanjang pekerjaan itu tidak menimbulkan fitnah dan menjaga batasan-batasan yang sudah diatur dalam ajaran agama Islam. Menurut Al syarwi bahwa hak-hak kemanusiaan laki-laki maupun perempuan itu saling melengkapi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin kompleks.