“You have a very beautiful dark eyes.”
“But I like yours more than mine.”
“Oh, c’mon.”
*
“Widuri, kamu harus coba ikan haringnya…enak. Ayo coba! I’ll pay for you!”
“Please pay another thing for me, like buy me a house, but not this!” aku mencoba melepaskan cengkraman tangan Charlie yang sedari tadi mendorongku ke kios yang menjual tumpukan ikan mentah dan ikan asap.
Charlie menunjuk ke seorang bocah lelaki yang menghabiskan ikan haring berukuran kecil dengan sekali lahap, “Kamu kalah Widuri.” aku tak peduli samasekali. Yang kupedulikan, adalah ketika melihat sang ayah mengelus rambut bocah tadi.
“Chaplin, he loves him so much.” aku tak bergeming dari tempatku.
“Kamu tidak pernah? My father always did the same…did you have a nice timewith your father?”
“Yap, tentu saja.” aku menjawab asal-asalan.
“Wanita cantik suka berbohong. Kamu juga. Tapi kalau kamu makan ikan haringnya, I’ll do the same to you like he did to his son.” aksen western Charlie ala Dutch yang samasekali tidak bisa hilang dalam bahasa Indonesianya yang sangat fasih, terdengar nakal. Aku tersenyum, “You are a very niceperson, Chaplin.”