Tidak masuknya nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam reshuffle kabinet Joko Widodo (Jokowi) semakin mengukuhkan posisi Partai Demokrat sebagai partai yang konsisten memperjuangkan harapan rakyat. Diketahui, di tahun 2020 elektabilitas Partai Demokrat meningkat drastis, naik 60 persen dari periode sebelumnya. Sementara itu, berbanding lurus, elektabiltas AHY juga mengalami peningkatan hampir 50 persen.
Peningkatan elektabilitas ini tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin AHY bersama Partai Demokrat. Di tangan AHY, Partai Demokrat lebih aktif berkontribusi nyata kepada masyarakat. Contohnya, di masa pandemi Covid-19 terlihat upaya nayata Partai Demokrat membantu masyarakat terdampak melalui instruksi Ketua Umum terkait bantuan-bantuan langsung kepada masyarakat.
Selain itu, faktor yang tak kalah penting dalam peningkatan elektabilitas AHY dan Partai Demokrat adalah sikap partai terkait kebijakan-kebijakan yang diambil eksekutif maupun legislatif. Di tataran eksekutif, Partai Demokrat terus mendorong dan menekankan pentingnya pemerintah fokus menangani pandemi dengan segala dampak bawaannya. Tak jarang, kritikan yang konstruktif selalu dialamatkan Partai Demokrat kepada pemerintah melalui berbagai saluran yang ada.
Di tataran legislatif; yang selalu berpedoman pada arahan Ketua Umum, Partai Demokrat juga menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dianggap publik tidak mencerminkan situasi kebatinan bangsa hari ini. Tercatat, Partai Demokrat menolak tiga RUU, yaitu RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), RUU Minerba, dan teranyar RUU Cipta Kerja.
Sikap politik Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY ini banyak diapresiasi kalangan masyarakat. Sikap politik yang ditunjukkan secara terbuka oleh Partai Demokrat melalui perwakilan di DPR RI menunjukkan bahwa masih ada fungsi partai politik yang berjalan sebagaimana mestinya. Atau dalam bahasa teori sistem, Partai Demokrat berhasil mewujudkan parpol sebagai alat nput utama yang menjamin bahwa pemerintahan memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat luas (Heywood, 2014: 399).
Gigihnya Partai Demokrat memperjuangkan kehendak rakyat membuat masyarakat membuka mata pasca "berdarah-darahnya" Pilpres 2019 lalu. Masyarakat melihat, mana partai yang bergerak sesuai kehendak mereka dan mana partai yang justru mengkhianati kehendak rakyat.
Elektabilitas AHY Tinggalkan Prabowo-Sandi
Sejak Prabowo Subianto dan Gerindra menjadi bagian koalisi pemerintah, elektabilitas "Sang Macan Podium" (Prabowo) terus mengalami degradasi. Gerindra dianggap telah mengkhianati perjuang masyarakat di Pilpres 2019. Bahkan pasca Sandi mengikuti jejak Prabowo menjadi pembantu Jokowi, publik pun beramai-ramai mempertanyakan tanggung jawab moral Prabowo-Sandi atas dukung moril dan materil rakyat kepada dua sosok ini di gelaran pilpres lalu.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, AHY mempunyai peluang menyalip posisi Prabowo maupun Sandi. Apalagi, saat ini Partai Demokrat menjadi salah satu partai yang berada di luar pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Posisi Ketua Umum menurut Ujang adalah posisi yang tidak buruk jika dimaksimalkan dengan baik oleh AHY.
Selain itu, menurut peneliti Isntitut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata menilai AHY bisa saja mendapatkan limpahan elektabilitas dari pendukung Sandi yang kecewa. Diketahui, pasca Pilpres 2019 lalu Sandi berulang kali mengatakan dirinya akan menjadi bagian dari oposisi selama lima tahun mendatang.
Apalagi simbol anak muda oposisi yang selama ini kerap diasosiasikan pada sosok AHY dan Sandi, kini menjadi milik AHY satu-satunya. Limpahan elektabilitas akan semakin besar apabila Sandi tidak bisa menunjukkan kinerja yang baik di pemerintahan Jokowi.