Mohon tunggu...
Maya Rahmayati
Maya Rahmayati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang IRT, Pekerja Sosial Kemasyarakatan# bercita-cita melanjutkan study, dan selalu percaya "Tumbuh dan berkembang itu, dimulai dari menguatkan Akar (ke bawah)". untuk sesuatu yang saya percaya maka saya memilih untuk Tetap Semangat!! :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenggelamnya Kapal Motor Munawar

3 Januari 2014   15:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tetapi sebuah peristiwa tak diduga kembali menghampiri Zainuddin. Di tengah gelimang harta dan kemasyhurannya, dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, suaminya. Pada akhirnya, kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya; Hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Sebelum kapal tenggelam, Zainuddin mengetahui bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya”.

Apa yang ada di dalam benak Buya Hamka ketika menuliskan roman dahsyat berjudul Tenggelamnya kapal Van Der Wijck pada tahun 1939? Roman ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan persoalan kekayaan yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih Zainuddin dan Hayati. Kehilangan, kesedihan, cinta selalu menjadi sudut pandang, latar dalam setiap cerita yang ditorehkan.Tayang sebagai kisah menyedihkan di layar lebar dengan judul yang sama, sejak dirilis pada 19 Desember lalu. Dibintangi aktor Herjunot Ali, artis muda Pevita Pearce dan sederet aktor dan aktris lainnya, film ini laris manis menjadi tontonan liburan akhir tahun 2013.

Kisah yang menggugah persaan dengan latar belakang kapal tenggelam mengisahkan cerita romantis, kesedihan, tradisi, secara apik tertuang dalam karya-karya besar, sebut saja Titanic yang pada era tahun 90-an menjadi film laris manis dan sampai sekarang jika diputar ulang, kisah Rose dan Jack yang diangkat dari kisah nyata masih membuat kita larut dalam kesedihan.

Tiga hari pasca perayaan pesta pergantian tahun, setelah riuh terompet dibunyikan, kembang api dari berbagai penjuru dinyalakan. Jumat, 3 Januari 2014. Kabar duka datang dari perairan antara Pulau Lombok dan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebuah kapal yang membawa penumpang berlabuh dari pelabuhan Kayangan menuju Poto Tano, dini hari diberitakan tenggelam. Dari pemberitaan online dikabarkan, menurut saksi mata kondisi laut pada saat itu sangat tenang, tak terasa ada gelombang, tetapi 15 mil dari pelabuhan Kayangan, kapal sudah terasa tidak stabil” (dikutip dari Sumbawanews 3/1/2014)

Menyimak kesaksian korban KMP Munawar yang memakan korban 2 orang tewas, 1 orang dalam keadaan kritis, dan 13 lainnya selamat dan dalam perawatan medis. Dianatara korban selamat mengatakan, anak buah kapal (ABK) tidak membagikan pelampung saat tau kondisi kapal akan tenggelam. Sebagai konsumen pengguna jasa transportasi, sudah sepatutnya petugas memberikan perhatian berupa pelayanan keselamatan bagi para penumpang. Selain itu pentingnya dilakukan pengecekan rutin terhadap kondisi mesin, kelayakan oprasional pada angkutan massal diharapkan akan mampu meminimalisir kecelakaan dan korban.

Kita tak sedang menyaksikan film layar lebar, ini musibah. Duka dari keluarga, kerabat, sahabat korban tentu saja akan menjadi cerita dan ratapan. Awal tahun dibuka dengan cerita duka. Waktu berjalan linier dan tak ada yang mampu berpaling dari kematian. Goenawan Muhammad menuliskan dalam Caping berjudul Religio “Tapi manusia takut. Ia takut mati. Dalam ketakutan itu-ketakutan yang tak berdasar, sebab mati harus diterima sebagai bagian dari hidup”.

Firasat, tanda tanya, kabar, berita, konfirmasi nama-nama korban, menyeruak jadi satu, ingatan demi ingatan diputar ulang. KMP Gurita yang tenggelam di perairan Aceh pada 19 Januari 1996 menyisakan duka mendalam sebagai tragedi awal tahun kala itu. Pada tanggal 1 Januari 2007, pesawat Adam Air yang terjatuh di perairan Majene Sulawesi Selatan pun dua tahun setelahnya di lokasi yang sama pada 11 Januari 2009 Kapal Motor (KM) Teratai Prima yang berangkat dari Pare-Pare menuju Balik Papan, dengan kapasitas muatan sebanyak 250 dikabarkan tenggelam.

Spekulasi bermunculan, mulai dari mengkaitkan antara tanggal, bulan dan tahun kejadian dengan ramalan. Firasat bertebaran, tak sedikit yang menyangkal “diam-diam” kita percaya pada apa yang diramalkan Paranormal, kita ingat betul apa yang dikatakan Mama Laurence tentang “tahun duka” pada akhir 2006 lalu. Tak sedikit peristiwa demi peristiwa dikaitkan pula dengan situasi Negara, politik, cuaca, dan mereka yang berada di garis pantai (baca: masyarakat pesisir) mengatakan ini memang musim angin, nelayan saja enggan berlayar. Tapi siapa peduli, arus perjalanan, transportasi, mobilisasi harus terus berjalan dan zaman menyediakan alat transportasi untuk menjangkau itu semua.

Siapa yang menyangka musibah datang, kita yang masih hidup dan sempat menuliskan cerita hanya dapat menerka-nerka sebelum hasil pemeriksaan dirilis media. Awak kapal, korban yang selamat, setelah ini akan diperiksa, menjadi saksi hidup dari rangkaian peristiwa naas yang menimpa.

Sembari menunggu up date berita, rangkaian doa dan pengharapan dipanjatkan untuk para korban selamat maupun meninggal, untuk keluarga yang ditinggalkan semoga diberi ketabahan. Iman muncul menyeruak sebagai spirit. Bahkan ada yang mengatakan “Musibah selalu lebih rentan membuat kita percaya Tuhan”.

Kabar duka, kesedihan, kebahagiaan sebagai bentuk luapan emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat (JP.Chaplin)

Kita sudah “terlanjur” percaya, kebahagiaan dan kesedihan tak hanya di desain secara individual, tapi keduanya pun di-raya-kan secara massal. Seperti dalam satu bioskop adegan menyedihkan yang tergambar dalam layar lebar menggerus kesadaran penonton untuk larut dalam duka mendalam. Sebagai mahluk sosial hal ini sangatlah wajar.

Dalam serangkaian peristiwa, pun saya pernah merasakan berada dalam kepanikan massal. Betapa tidak, kapal yang kami naiki dari pelabuhan Lembar menuju Padang Bay Bali dalam cuca yang mendung tebal, setelah 1 jam tertunda berlayar, kapal akhirnya diberangkatkan. Di tengah lautan tiba-tiba angin dan ombak datang menghantam badan kapal, kami berlari berhamburan menuju ruang yang dianggap aman, berkerumun, mencari perlindungan, kebingungan, dan sesaat kami nirlogika. Ada suara riuh zikir, takbir, azan dikumandangkan, kami berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing pasangan turis di bangku pojok ruangan terlihat berpelukan. Akhirnya kami selamat melewati gelombang lautan, puji syukur diucapkan.

Begitulah peristiwa-peristiwa, maut, duka massal, menggiring bawah sadar acap kali kita punya “sejenis animism” dalam diri: menemukan sesuatu dalam diri yang terkadang alam terasa akrab dan terkadang ganjil. Meski untuk kalimat ini, kita yang mengakatakan diri mengimani Tuhan mati-matian menolaknya, menolak untuk dikatakan animesme. Karena ini sudah menjadi takdir Tuhan, garis nasib manusia yang tak pernah tau kapan jodoh, rejeki, maut menghampiri.

Dalam kesedihan, iman dikuatkan pun dengan derita para korban, cerita-cerita akan dituliskan atau bahkan menjadi peristiwa yang kelak di lupakan. Tak pernah ada yang tahu, di balik musibah ini, satu persatu kita diingatkan untuk berhati-hati, pada alam, pada perjalanan, pada ambisi, pada maut yang sewaktu-waktu datang menghampiri. Tak peduli, nama kita akan tercantum dalam daftar korban kecelakaan ataupun sembari tidur dalam ranjang empuk di dalam kamar. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun