Setelah menghadiri undangan pertemuan Ibu-Ibu yang tergabung dalam gerakan Peningkatan Kesejahteraan Keluarga atau yang akrab kita sebut PKK di tingkat Desa beberapa waktu lalu, saya merekam cerita beragam dari kegiatan yang (maaf) tidak menghadirkan semua Ibu-Ibu di desa. Hanya beberapa saja, mereka yang disebut “tokoh-tokoh” perempuan, dan “dianggap” kritis berbicara. Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam itu banyak membahas soal beberapa program PKK yang akan diadakan di desa termasuk kegiatan lomba rumah sehat, balita sehat dan banyak lagi khususnya yang berkaitan dengan kesehatan. Bagi saya, ini pertemuan yang luar biasa, sejak hampir enam tahun menjadi Ibu rumah tangga baru kali pertama ini saya mendapat undangan dari pengurus PKK, sungguh suatu kehormatan.
Selesai rapat PKK, saya menyempatkan untuk mampir di pasar desa, membeli kebutuhan rumah tangga, stok makanan, karena jarang-jarang saya mengunjungi pasar, apalagi di musim hujan maka jatah belanja untuk seminggu tentu saja saya belanjakan semaksimal dan se-efisien mungkin untuk membeli persiapan makanan seperti beras, cabai, tomat, ikan kering, kecuali sayur-sayuran karena selain tak akan bertahan lama dalam lemari pendingin, kebetulan pekarangan rumah, kami tanami dengan sayur seadanya. Karena penyuluhan PKK yang jugamewanti-wanti untuk memaksimalkan fungsi pekarangan dengan banyak menanam sayuran dan apotik hidup.
Di pasar, pedagang dan pembeli berbaur, transaksi semarak, inilah suasana pasar tradisional yang menurut saya “asyik” dinikmati. Menikmati percakapan“ala pasar” yang lepas tak hanya antara penjual dan pembeli, di Pasar pun kadang kita bertemu dengan teman lama, kenalan dan rekanan. Transaksi barang dan jasa, perbincangan seputar kenaikan harga bahan pokok makanan, isu seputar pertanian, arisan para pedagang sampai perbincangan seputar politik yang memepengaruhi kenaikan harga barangserta banyak lagi pembicaraan lain menyangkut kehidupan sehari-hari warga desa.
“Harga tomat hampir tiga minggu ini naik, Bu. Sekarang saja harga tomat sudah mencapai Rp.15.000 per kilo padahal sejak Ibu terakhir belanja harganya masih Rp.1.500, naik 1000%” katanya seraya melanjutkan kalimatnya “maklum Tahun Baru” celoteh Ibu penjual sayur langganan saya sambil senyum-senyum ketika saya menyerahkan bayaran untuk sekilo tomat. Saya hanya tersenyum sambil berfikir “Natal, Tahun Baru, Lebaran, tak ada bedanya harga dapat naik sewaktu-waktu, tanpa pemberitahuan sebelumnya dari Pemerintah”.
Begitupun dengan harga cabai, perkilo menembus harga Rp.100.000. Ini luar biasa, mengingat kami sebagai pengolah sekaligus penikmat kuliner sambal, maka kenaikan harga cabai dan tomat sungguh meresahkan.
Belum selesai menghitung sisa uang belanja di pasar, sesampainya dirumah kembali saya dikejutkan dengan siaran berita mengenai kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas) 12 kilogram, dari harga sebelumnya Rp.5.850/kg naik menjadi Rp.9.809/kg sejak 1 Januari 2014.
Menjadi perbincangan public yang hangat, tak terkecuali di dunia Maya, jejaring sosial seperti twitter dan facebook, berita kenaikan LPG 12 kg memicu berbagai tanggapan, bahkan di salah satu status akun @Opik Dagul menulis “Presiden koq ngurusi elpiji. Keliatan b*g*qnya. Kalau pemerintah dikendalikan Pertamina, ini lebih begoq lagi. Ini Negara atau negeri banyolan sih?”
Bagi saya, manusiawi saja Presiden itu ngurus LPG, selain itu menyangkut hajat hidup orang banyak, 2014 ini juga sang Presiden kudu sering-sering “perhatian” pada rakyatnya. Menjelang akhir jabatan penting untuk memberikan “kesan” baik, selain meninggalkan beberapa album lagu tentunya. Tetapi pernahkah kita bayangkan, jika “perhatian lebih” Presiden terhadap kenaikan LPG ini juga banyak dipengaruhi oleh orang terdekatnya tentu saja yang saya maksud Nyonya Presiden (baca: Ibu Negara). Itu jika kita bersepakat dengan pepatah yang mengatakan “behind a great man there is a great woman” yang kira-kira sering kita bahasakan “Di belakang Laki-laki hebat pasti terdapat sosok Perempuan hebat pula”.Maka berbanggalah anda para lelaki hebat dengan tidak lupa mengingat siapa di belakang/ di samping anda.
Sebagai orang awam, tentu saya merasa penasaran. Apa iya Ibu Negara juga ngurusi dapur? Memantau kenaikan harga-harga barang di pasar? Setiap saat bertanya pada juru belanja dan juru masak istana “hari ini harga beras per kilo berapa ya?” atau “makanan yang dimasak hari ini dibeli dari petani lokal atau impor ya?”.
Sesuai judul tulisan parodi kenaikan harga LPG 12 kg, berlatar cerita dari dapur Istana Negara Banyolan nun jauh di sana. Kenaikan LPG ini berpengaruh pada ketersediaan bahan bakar, jatah anggaran dapur, subsidi silang menu makanan dan sekali lagi ini menyangkut apa yang sering dilontarkan oleh Menteri Keuangan “Bijak-bijaklah menggunakan anggaran Negara dengan efektif dan efisien”. Termasuk soal anggaran belanja dapur Istana.
Berita kenaikan harga LPG 12 kg sampai juga ke telinga Ibu Negara, Beliau jarang-jarang menyaksikan berita karena kesibukan mendampingi sang suami melakukan kunjungan-kenegaraan. Selain itu, Baliau juga tengah asyik dengan rutinitas barunya yaitu mengunggah foto-foto di instagram. Tapi kali ini berita kenaikan LPG mengusik baliau . Bagaimana tidak, sebagai Ibu Pembina PKK nasional, penting bagi baliau untuk merasa galau. Karena ini menyangkut kesejahteraan keluarga, soal asap dapur.
Tak tahan dengan kegalauannya sendiri, Baliau akhirnya memutuskan untuk mengumpulkan beberapa Istri Menteri Kabinet Banyolan Bersatu, yang juga tergabung dalam PKK. Rapat (lebih tepatnya arisan) tertutup itu dipimpinnya langsung. Pertemuan kali ini tidak lagi membahas persiapan lomba rumah sehat tingkat nasional, atau soal event penghargaan Bunda PAUD.
“Ini lebih serius. Soal asap dapur yang terancam mogok mengepul. Jika harga-harga di pasar terus naik sementara uang lauk pauk pegawai negeri tertunda pembayarannya, penghasilan masyarakat tak sebanding dengan lonjakan harga barang, gagal panen petani, yang terbaru masalah harga LPG 12 kilo non subsidi berdampak juga pada kenaikan LPG 3 kilo. Ini bahaya, Ibu-Ibu Rumah Tangga di seluruh negeri bisa revolusi jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut” curhatnya dengan wajah murung.
Melihat kesedihan beliau, Istri Menteri BUMN angkat bicara mencoba menghibur “Jeng tidak perlu khawatir, suami saya sudah mengklarifikasi melalui media, jika kenaikain LPG itu karena kesalahannya, Bapak Presiden tentu saja tidak akan disalahkan soal ini” ungkapnya. Istri MenteriPerdagangan tak mau tinggal diam Ia pun angkat bicara “LPG 3 kilo kok bisa ikutan naik sih Jeng? Saya akan segera minta tolong suami saya untuk mengawasi agar harga LPG 3 kg tetap terkendali di pasaran termasuk harga-harga kebutuhan pokok yang lain” hiburnya.
Perbincangan semakin marak, Ibu Negara benar-benar merasa terhibur dengan komentar para Istri Menterinya yang setia. Sampai rapat hampir usai, hanya Istri Menteri ESDM yang belum bicara “Ibu Jero, kok diam saja, kiat apa yang nantinya akan coba anda utarakan pada Pak Jero kaitannya dengan diskusi kita ini?” dengan bijak belaiu bertanya.
Istri Menteri ESDM kebetulan saat itu belum siap dengan pertanyaan Ibu Negara, seadanya menjawab “Sebenarnya suami saya masih berkonsentrasi untuk menyelesaikan pemeriksaan KPK Jeng, jadi saya belum berani mengusiknya untuk bertanya soal ketersediaan gas bumi kita” tuturnya dengan wajah tertunduk. Ibu Negara memaklumi alasan yang disampaikan oleh Istri Menteri itu.
Sebelum rapat di ahiri, Beliau menyampaikan beberapa hal penting untuk segera ditindak lanjuti diantaranya dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan PKK tingkat nasional bertindak sebagai ketua panitia adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan. Pertemuan dirancang untuk menghadirkan Istri Gubernur dan Bupati seluruhnya (untuk Provinsi dan Kabupaten yang dipimpin laki-laki) seorang Gubernur wanita yang tadinya juga akan diundang, dimaklumi akan alfa karena sudah menjadi tahanan KPK.
Tema penting pertemuan itu guna menjaga kondusifitas Negara berbasis keluarga, akan menyoroti masalah berkaitan dengan meminimalisir rumpian-rumipan, gossip-gossip Ibu-Ibu di Pasar tradisional di daerah-daerah, khususnya perbincangan miring soal keluarga Istana, apalagi jika mengarah pada rumpian subversif yang dapat membahayakan stabilitas Negara, maka Istana akan segera menyewa Pengacara untuk menuntut mereka yang ditengarai mencemarkan nama baik keluarga Istana. Tema ini sesuai usul dari Istri Menteri Polhukam .
Selain itu, trobosan strategi monitoring dan evaluasi (monev) berbasis keluarga dengan mengarahkan kebiasaan rumpi Ibu Rumah Tangga menjadi lebih produktif. Contohnya dalam hal monev distribusi LPG 3 kilo bersubsidi, yang dikhawatirkan akan dioplos ke tabung 12 kilo hal ini juga guna menjaga penimbunan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, maka Ibu-bu akan diminta untuk memantau, tetangganya yang doyan menimbun tabung LPG bersubsidi. Ini menjadi catatan penting pada rapat tersebut. Sekali lagi, ini hanya terjadi di Negeri Banyolan (meminjam istilah Opik Dagul). Di Indonesia tentu saja harapannya akan lebih baik lagi, mengingat sebentar lagi menjelang pesta demokrasi. Saatnya kita menentukan pemimpin-pemimpin yang berani, pemimpin yang mau berbuat dan membaur dengan rakyat tanpa perlu dirumpi apalagi digosipkan sedang melakukan pencitraan karena kinerjanya sudah terbukti. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H