Mohon tunggu...
Maya Rahmayati
Maya Rahmayati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang IRT, Pekerja Sosial Kemasyarakatan# bercita-cita melanjutkan study, dan selalu percaya "Tumbuh dan berkembang itu, dimulai dari menguatkan Akar (ke bawah)". untuk sesuatu yang saya percaya maka saya memilih untuk Tetap Semangat!! :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inaq Marhaeni, Cerita Lain dari Pulau Seribu Masjid

22 Oktober 2014   18:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:06 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika anda bertanya siapa orang yang paling sering “belusukan” keluar masuk Instansi Pemerintah, Pasar, lalu tanyakan padanya “seberapa besar perhatian pemerintah pada keberadaan pedagang kecil di daerah ini?” jawabannya adalah Inaq Marhaeni. Atau bahkan pedagang keliling yang lain, yang sempat masuk ke kantormu, meski kadang dibeberapa instansi tertera tulisan dengan jelas di depan pintu “DILARANG BERJUALAN DI SINI”. Mungkin karena tak pandai membaca, atau karena bermodal nekat Inaq Marhaeni sebentar menerobos masuk hanya untuk menjajakan dagangannya. “untung kalau staf kantorannya ramah dan kadang mereka membeli, tapi lebih sering diusir juga” ungkapnya sambil tersenyum malu.

Perempuan berusia 49 tahun asal Desa Lingsar Kecamatan Nermada Lombok Barat ini setiap hari menekuni aktifitas sebagai pedagang keliling. Panganan seperti keripik, bubur, kelepon, dan beraneka panganan lokal lain tertata rapi, memenuhi bakul plastik yang dia asong kemana-mana. Seolah tak mengenal terik dan panas cuaca, langkahnya terus menyusuri sepanjang jalan dan trotoar kota Praya siang ini.

Memasuki kantor kami yang berda di tengah Kota Praya, ia tak lupa mengucap salam sambil melepas senyum ramahnya. Inaq Marhaen cukup akrab bagi kami, kadang beberapa kawan yang tak sempat sarapan di rumah membeli bubur sum-sum darinya.

Meski sering berjualan ke tempat kami, baru kali ini saya menyempatkan banyak berdiskusi dengannya. Dengan logat khas Sasak Ia menjawab pertanyaan saya, sambil tak henti Ia menawarkan barang dagangannya. Saya suka gaya pemasaran yang lugas dan hampir tak memberi kesempatan kami untuk menawar harga dagangannya. “Ini untung sudah pas-pasan pak, kalau saya kasih bonus nanti saya dikasih bonus sama siapa dong” selorohnya pada seorang teman yang langsung membeli tiga gelas bubur.

Inaq Marhaeni mengaku, rute kelilingnya dalam seminggu terjadwal di tiap kabupaten se Pulau Lombok kecuali KLU. “Hari Senin dan Selasa saya biasanya keliling jualan di Gerung-Lombok Barat, hari Rabu dan Kamis  di Praya Lombok Tengah, Sabtu di Selong Lombok Timur, Jumat kadang di Kota mataram dan Minggu libur jualan” katanya.

Hampir tujuh tahun ia jalani aktifitas sebagai pedagang keliling. Ibu Empat orang putra ini mengaku telah berhasil menyekolahkan putra-putranya sampai ke Bangku Kuliah ”anak pertama, ke dua dan ke tiga saya kini sudah duduk di bangku kuliah, sementara yang bungsu baru masuk kelas satu Madrasah Aliyah” paparnya terlihat bangga menceritakan pencapaian pendidikan anak-anaknya.

Suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan, menurutnya tak memiliki penghasilan tetap sehingga ia merasa perlu untuk membantu perekonomian keluarga dari penghasilannya sebagai pedagang keliling. “Saya dan Suami hanya menyisihkan sebagian kecil dari penghasilan kami untuk makan, sebagian besarnya untuk biaya sekolah dan kuliah anak-anak”

Ia mengaku tak memiliki modal tetap untuk menekuni usaha ini, dapat dikatakan ia hanya berprofesi sebagai jasa jual produk. Karena kripik singkong, kripik pisang, kelepon, aneka bubur yang dijualnya itu merupakan produksi dari tetangga dan teman di dekat rumahnya. “Kadang ya sebelum saya berangkat, saya mampir di pasar Nermada untuk mengambil barang dikenalan saya, sore hari ketika pulang berjualan baru saya setor hasil” ungkapnya.

Keuntungan dari jasa berjualan ini, per hari jika barangnya habis terjual ia bisa memperoleh keuntungan Rp.150.000 sampai Rp.100.000, itu pun sangat jarang. Paling sering Ia mendapat untung Rp.50.000 perhari setelah dikurangi ongkos bemo dan ojek “Kadang berat di ongkos Mbak, kalau ke Selong, atau ke Gerung kan agak jauh tapi bagaimana, langganan saya sudah ada disana” ungkapnya.

Ia menuturkan, usaha ini tak selalu mulus, dan untung tak seberapa. Pernah seharian barangnya tak  ada satupun yang laku dijual, selain tak cukup untuk ongkos pulang, Ia pun harus mengganti rugi sebagian barang titipan orang seperti bubur, kelepon “ya mau bagaimana lagi, itu kan barang yang cepat basi tidak tahan sampai satu hari, kalau keripik kan bisa saya jual esok harinya”. ungkapnya dengan wajah sedih. Dilema Inaq Marhaen ini bukan tanpa alasan, namun satu hal yang Ia yakini, Tuhantidak tidur dan akan selalu ada rejeki bagi mereka yang terus mau berusaha.

Diakhir pembicaraan saya menanyakan apakah Ia tau kalau Indonesia sudah memiliki Presiden baru. Ia menjawab “Iya sudah tau Jokowi kan, tadi malam juga nonton di tivi” selorohnya. Ketika saya kembali bertanya, apa harapannya pada Presiden baru Indonesia itu, Ia tersenyum dan berkata “Jangan jauh-jauh Presiden lah Mbak. Gubernur, atau Bupati saja bisa perhatian sama kami ini ya Alhamdulillah” ungkapnyasambil mengangkat bakulnya dan berjalan meninggalkan kantor kami menuju kantor-kantor lainnya.

Pelajaran bermakna dari perbincangan singkat hari ini, sungguh telah menggugah saya, tentang betapa tangguhnya sosok Perempuan seperti Inaq Marhaeni yang lahir di Gumi Sasak ini. Yang mungkin saja di antara kita tak pernah menyadari keberadaan mereka. Tapi memberi sumbangsih penting terhadap laju perekonomian Negara ini. Ia hadir sebagai suara dengan bekerja. Kadang-kadang ia akan datang mengetuk pintu rumah dan tempatmu bekerja, mengetuk pintu kantormu yang mewah, dan pertanyaan terakhir tulisan saya “Tidakkah Ia mengetuk hatimu wahai Penguasa?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun