Mohon tunggu...
Yudhista Aditya Prastowo
Yudhista Aditya Prastowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa senior di sebuah kampus swasta di Malang

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hari Terakhir di Rumah Sakit: Sebuah Catatan

16 Agustus 2014   17:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_338307" align="aligncenter" width="550" caption="Diikat selang infus biar gak bisa jalan-jalan"][/caption]

Kata dokter, hari ini saya sudah boleh pulang. Ya tentu saja tu kabar menyenangkan buat saya yang sudah sepekan di penginapan penyembuhan (daripada dibilang rumah sakit).

Saya pilih retreat ke tempat ini tentu untuk alasan-alasan yang saya pikir adalah yang terbaik. Pertama, agar episode kesakitan ini tak terlalu berkepanjangan--hingga menjadi kronik tahunan dan dapat segera tertanggulangi. Kedua, dengan menyerahkan urusan kesehatan ini kepada para profesional di tempat ini, semoga hasilnya akan lebih baik bagi jasmani saya.

Begitu pun, saya harap yang di rumah juga tak bakal repot dengan masalah sakit saya ini. Tapi namanya orang-orang dekat, masih saja memaksa merepotkan dirinya menyambangi saya saban hari ke tempat ini. Ya, bagaimana lagi. Beginilah upaya fitrah tergursapa itu, kasih-sayang itu bukan melulu soal praktis –apalagi efisiensi.

Teman-teman, saudara, tetangga, handai taulan, sengaja tidak saya kabari—karena ini jelas bukan kabar yang baik buat ditebar. Yang wajib tahu dengan sakit saya ini adalah para klien, dimana saya terpaksa meminta tenggat ekstra karena masalah ini.

Dua hari terakhir saya sudah merasakan perbaikan yang signifikan. Mungkin sejak tangan saya dibebaskan dari selang-selang infus plus mesin injeksi pada 4 hari pertama. Pembebasan dari ikatan selang itu membuat saya berasa jadi orang bebas. Setidaknya tangan saya lebih lancar bermain di atas keyboard, dan agak bisa jalan-jalan. Nafsu makan sudah kembali meningkat, walau di sini cuma ada masakan rumah sakit yang citarasanya jauh dari warung-warung kuliner. Hanya tinggal nafas saja yang masih sedikit ngos-ngosan.

Bagi saya yang dulu takut rumah sakit, ternyata pengalaman ini memberikan perspektif baru. Rumah sakit tidak seburuk yang saya duga. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, saya dipaksa –benar-benar dipaksa—menjalani rutinitas hidup yang teratur.

Terpaksa mengikuti ritme kerja rumah sakit dengan para petugasnya. Bangun shubuh, membersihkan badan, cek suhu dan tekanan darah, sarapan, injeksi obat, makan siang, makanan selingan, injeksi obat lagi, makan malam, injeksi atau minum obat, dan akhirnya tidur.

Di rumah sakit memang bukan tempat bekerja. Tapi, apalagi yang bisa mengobati kebosanan menghadapi jeda dan kekosongan waktu? Berkat netbook yang saya bawa, akhirnya saya masih bisa beraktifitas online dengan agak lumayan. Masih bisa berbalas email, mengupdate content blog-blog yang saya kelola, sesekali membuat modifikasi ringan pada beberapa script, membaca, dan tidak pernah sempat menonton film –entah mengapa.

Yang membuat saya merasa ‘hebat’ dari waktu ini adalah kesempatan saya untuk bisa menulis lagi barang satu-dua tulisan dalam sehari. Itu hal luar biasa setelah bertahun-tahun tak melakukannya.

Gaya tulisan saya memang masih saja seperti ini, tapi saya bersyukur masih bisa menulis lagi.

Tibatiba saya bersyukur saya dulu tidak menemukan tempat kost dengan kondisi seperti rumah sakit ini. Kalau nemu, saya pasti betah lebih lama membujang dan tidak kepikiran nikah hehehe.

Bayangkan keteraturan layanan dan keteraturan yang ditawarkan, tempat ini jelas lebih bermanfaat tinimbang hotel. Kondisi kesehatan penghuninya diperhatikan dan dijaga, kebersihan dan kerapiannya juga oke. Dan, tariff kamarnya juga lebih murah.

[caption id="attachment_338306" align="aligncenter" width="550" caption="Taman di rumah sakit dengan pohon trembesi"]

14081583991339689189
14081583991339689189
[/caption]

Zonder frekuensi dan intensifitas treatment medisnya, sebetulnya tempat yang mirip kondisinya dengan rumah sakit adalah panti jompo. Hahaha, pantas saja mbah-mbah itu betah di sana sampai akhir hayatnya ya.

Tapi ini sebetulnya ide serius untuk sebuah layanan jenis baru. Bayangkan kalau ada semacam tempat yang nyaman dengan layanan ekstra semacam itu, bukan mustahil akan menjadi jenis bisnis baru. Suatu support-system yang tidak harus medical-intensive, tapi cukup mendukung cara hidup sehat.

Sangat banyak pekerja kreatif yang akhirnya kolaps karena memforsir diri bekerja dan hidup kurang teratur. Masih hangat juga cerita sesosok copywriter muda Mita Diran yang meninggal setelah bekerja 30 jam non-stop. Dan, di generasi saya, sudah mulai banyak kawan-kawan yang mulai berbagi kisah tentang badannya yang mulai digerogoti berbagai sakit akibat menjalani hidup kurang teratur dalam masa yang lama di masa muda dulu.

Kopi, rokok—dan beberapa varian asap hirupan lainnya, makan-minum tak teratur, kualitas tidur yang kurang proporsional, belum lagi godaan minuman berenergi atau menu tak sehat. Semua itu godaan hidup di masa muda, dan seakan jadi gambaran dari hidup yang semau-maunya sebebasnya semaksimalnya—padahal badan ini juga butuh diperlakukan dengan lebih adil dan beradab.

So, soal rutinitas di rumah sakit ini, memang bukan satu-satunya faktor. Saya tak yakin juga bakal bisa menulis macam ini kalau kebetulan saat ini tinggal di rumah sakit yang lingkungan dan penataannya kurang nyaman. Rumah sakit ini masih memberikan tempat buat taman dan pohon-pohon trembesi berukuran besar. Karena, ada adagium dalam arsitektur bahwa ruang akan membentuk kebudayaan.

Ya, masa sakit itu memang saat kita dipaksa memberi jeda. Tapi rupanya hal itu khusus untuk masa sakit yang diperlakukan dengan selayaknya. Dan jeda adalah energi, untuk mentenagai hari esok.

Akhirnya saya kangen untuk segera keluar dari keteraturan di tempat ini. Tempat ini memang bagus, tapi bukan destinasi untuk berlama-lama.

Saatnya kembali ke kehidupan biasanya yang agak chaos. Dimana ada urusan anak-anak, membantu isteri, mengurusi bisnis, jalan-jalan, melongo dan melamun. Rumah yang sempit, ranjang yang dekil, teriakan kanak-kanak, suara dapur. Satu set dari kekacauan yang cantik  :)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun