Mohon tunggu...
yunita nurisfa mayasari
yunita nurisfa mayasari Mohon Tunggu... -

hanya mencari kebahagiaan lewat sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Tak Terbalas Cintamu Mama

21 Desember 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

No Peserta : 498

Kupandangi langit yang gelap. Gerimis masih membasahi tanah yang kupijak. Meski airnya jatuh setitik demi setitik namun tak dapat kuhitung jumlahnya. Sekilas terdengar celotehan putri-putri kecilku.

“Liburan ini, adek mau ke rumah nenek, Kak”. Terdengar ucapan Fira pada Alya sang kakak.

Dari teras ku lihat ke dalam. Alya tak sengaja menangkap mataku. Lalu ia berikan senyum manisnya.

“Kakak juga dek, tapi kalau mama juga ikut ya. Karena kakak sayang sama mama”. Alya menjawab sambil membelai rambut Fira.

Entah kenapa peristiwa sederhana itu membuatku terlena. Mataku pun berkaca. Teringat seseorang yang jauh di sana, mama. Satu wajah penuh kelembutan dengan ketegaran jiwa dan berhati emas.

Mama, betapa aku malu dan merasa sangat berdosa padamu. Sejak aku menikah sepuluh tahun yang lalu, entah apa yang bisa ku berikan padamu. Jangankan sebuah benda, kabar bahagia untuk mu pun tak pernah ada.

Dulu susah payah engkau mengatur uang belanja agar kuliah ku tak terganggu soal biaya. Hingga akhirnya ku dapatkan gelar Diploma Ahli Madya, dan bekerja. Entah apa yang ku fikirkan saat itu, ingin menikah dan berhenti kerja. Terlihat guratan sedih di wajah mu. Padahal saat itu papa baru saja pergi meninggalkan dunia. Meninggalkan banyak duka dan amanah. Nasehat mu mengalir deras di hatiku. Engkau memintaku pertimbangkan lagi keputusanku. Mama, aku tak mengindahkan mu.

Ku fikir dulu akan banyak waktu yang tersita jika aku bekerja. Siapa yang mengurus rumah, anak dan suamiku ?. Aku melihat sosok idola di dirimu. Karena itulah aku ingin seperti mu, sebagai ibu rumah tangga sejati. Mama aku senang melihat gerakan tanganmu yang lincah, menyulap berbagai masakan lezat, menyusun bahan-bahan lalu menjahitnya menjadi baju yang indah.

Tapi ternyata, kehidupanku tak seindah kehidupan kita di masa lalu, saat aku masih bersamamu. Banyak duka dan kecewa yang ku alami. Karena cintaku padamu, tak pernah ku ceritakan padamu kisah hidupku. Mama, ketegaran mu sangat berarti untukku. Betapa ingin ku bertemu, mencium dan memelukmu dengan segala kebahagiaan. Tapi saat ini semua itu hanya mimpi. Aku sangat merindukanmu, bukan hanya aku, tapi mereka juga, cucu-cucumu juga merindukanmu, mama. Saat menelponmu, mendengar suaramu dan pertanyaan mu “kapan pulang? Kapan anak-anak libur?”. Hatiku hanya menangis. Walau ku katakana “sekarang ma, masuk lewat telphon”, engakau tertawa, aku pun ikut tersenyum, tapiku tahu hatimu bersedih seperti hatiku saat ini.

Baru ku sesali. Mama, seandainya saja aku masih bekerja, aku punya penghasilan sendiri, tentu hatiku tak seperih ini. Mungkin aku bisa memberikan sesuatu untukmu dengan usahaku sendiri, tanpa mengemis pada suami. Walau aku tahu engkau tak pernah mengharap apapun dari ku. Melihat aku bahagia, engkau sudah bahagia. Itu yang selalu engkau ucapkan padaku. Jika aku punya uang sendiri, tentu saat ini aku sudah membeli tiket kereta untuk pulang, dan bertemu denganmu.

Tak tahan dengan kehidupanku yang jauh dari impianku, membuatku akhirnya bercerita padamu. Maafkan aku mama. Bukan maksudku untuk membebani fikiran mu, tapi kata-kata bijakmu dan ketegasanmu yang akan memberikan “omelan” padaku mampu membuatku tenang. “Jangan cengeng, apapun yang diberikan dia padamu itulah rezekimu, jangan meminta sesuatu padanya apalagi itu untukku. Turuti apa katanya, taatlah pada perintahnya, selagi itu tidak melanggar agama, maka disanalah surga bagi kita para istri. Jika tak mendapatkan izin untuk bertemu dengan mama, jangan memaksa, mama tak apa-apa. Doakan saja mama sehat dan ada rezeki, kita bisa bertemu dengan hati yang senang”. Itulah nasehatmu, itulah kebijakan hatimu.

Walau kadang engkau terzolimi, bibirmu hanya mengucap doa memintakan hidayah untuk mereka yang telah menyakiti hati. Engkau juga meminta aku, agar bisa berlaku seperti itu. Sungguh berat rasanya ma. Tapi demi cintaku padamu, pada papa almarhum, dan demi ridha Allah SWT, aku akan terus berusaha ikhlas dan membersihkan hatiku dari segala penyakit hati.

Mama, engkau kebanggaanku, cahaya yang selalu menerangi langkahku. Cintamu luas melebihi samudera, dengan mutiara yang indah, yang terpancar pada raut wajahmu yang bersih dan bercahaya.

Mama sayang, aku berjanji akan selalu membahagiakanmu dan menjadi kebanggaanmu. Aku akan menjadi istri sholehah seperti harapanmu, agar kupegang kunci syurga nanti untukmu. Mama I love you…Muuaacch.

Penulis :Yunita Nurisfa Mayasari

www.kompasiana.com/MayaNitasamaaja

tweet @Nurisfamaya

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul :

Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

( Grup FB : http://www.facebook.com/groups/175201439229892/ )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun