Sebagai generasi yang lahir di era 90-an, musik pop, jaket jeans, celana denim, rambut lurus, belah tengah, puitisasi lirik pada lagu, tarian-tarian pengiring pada penyanyi, merupakan beberapa ciri khas instrumen-instrumen musik yang eksplisit terlihat dengan amat jelas bagi insan yang lahir di tahun itu. Invasi boyband-boyband beserta penyanyi-penyanyi wanita solo luar negeri seperti Westlife, F4, N*Sync, Backstreet Boys, Britney Spears, Christina Aquilera, Mandy Moore, Jessica Simpson di tahun 90-an akhir, tidak cukup mampu mengalahkan pergerakan band pop Indonesia untuk tetap berkarya meskipun pengaruh musik impor pada saat itu berjalan dengan cepat akibat kemunculan dari sebuah fenomena baru yang merajalela di tahun itu, teknologi.
Kita dapat melihat Cokelat dan Potret yang hadir dengan menggandeng seorang vokalis wanita dengan suara yang sangat berkarakter beserta lirik lagu yang penuh dengan jiwa pemberontakan, Padi yang memiliki aransemen musik paling berbeda dengan lainnya namun jika digabungkan dengan romantisme dari lirik-liriknya akan tercipta alunan lagu yang sedikit banyak mengingatkan kita pada sebuah band yang berasal dari Washington D.C., Amerika Serikat bernama Vertical Horizon. Sheila On 7, jiwa mudanya yang selalu ditunjukkan dalam setiap lagunya membuat semangat ABG (Anak Baru Gede) pada zaman itu lebih bergelora, apalagi ditambah dengan video-video klipnya yang beberapa kali menampilkan seorang model cover majalah terkemuka pada saat itu. Selain itu, meskipun telah lama berkiprah, Kla Project yang digawangi oleh Katon Bagaskara tetap produktif untuk menghasilkan karya-karya yang memiliki cita rasa etnik yang begitu kental, Ari Lasso yang pada saat itu masih tergabung di dalam grup musik bernama Dewa 19 lebih terlihat unsur pop-nya ketimbang aliran musik Dewa pada saat ini. Cobalah sejenak kita kembali mendengarkan "Kirana", "Kamulah Satu-Satunya", "Cukup Siti Nurbaya", dan "Kangen". Apabila kita memutar lagu-lagu tersebut, serta merta akan terlintas sebuah pertanyaan di kepala yang menunjukkan kerinduan yang amat mendalam terhadap band-band tersebut, "Kapankah kita dapat mendengar lagu-lagu seperti itu lagi?".
Semua itu hadir di dalam tahun di mana pergerakan teknologi pada saat itu mulai muncul di Indonesia dan berkembang dengan pesatnya hingga sekarang. Stasiun-stasiun TV swasta pada saat itu saling berlomba untuk menghasilkan program acara TV yang menampilkan deretan tangga lagu terbaik dan video klip terbaik pilihan pemirsa. Tidak ada yang berbeda dengan konsep inovasi program TV seperti sekarang ini, namun on-air programme yang selama ini selalu hadir setiap hari di layar kaca kita dengan menampilkan band-band yang tingkat penjualan RBT (Ring Back Tone)-nya selangit, memiliki nuansa yang berbeda untuk didengar bagi generasi 90-an yang sudah terbiasa sejak kecil mendengarkan alunan lagu yang sarat akan keindahan aransemen beserta lirik lagunya.
Lalu, ke mana band-band itu hingga sekarang? Musik Indonesia selalu berkembang setiap saat, tidak heran apabila dengan maraknya kemunculan band-band pendatang baru Indonesia pada saat ini cukup memberikan kontribusi yang besar dan sangat mempengaruhi pergerakan musik terutama musik Indonesia dengan aliran pop-nya yang khas. Lirik-lirik lagu di tahun 90-an akhir yang sebagian besar implisit dan masih terlihat romantisme, keindahan, serta puitisasinya harus tergeser dengan kemunculan lirik-lirik lagu yang saat ini lebih eksplisit dan realistis dengan berkilah: karena lebih mudah dicerna oleh masyarakat.
Bagaimana pun juga, perubahan adalah sesuatu yang abadi. Namun, alangkah baiknya dalam rangka delapan tahun pencanangan Hari Musik Nasional Indonesia pada bulan Maret lalu, kita sedikit mengenang perjalanan musik Indonesia di tahun 1990-an akhir dengan kembali memutar pita-pita kaset album musik yang pada saat ini sudah sangat sulit untuk ditemui di retail-retail musik yang tersisa, karena pada dekade tersebutlah band-band pop Indonesia merajalela bersamaan dengan munculnya teknologi yang arus perkembangannya semakin lama semakin cepat hingga kini. Dan tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu memberikan dampak yang begitu besar bagi perkembangan musik Indonesia.
Semoga dengan dirayakannya Hari Musik Nasional Indonesia yang jatuh pada bulan Maret lalu, dapat dijadikan momentum bagi kita untuk selalu menghargai musik Indonesia sehingga perkembangan teknologi yang sudah semakin canggih saat ini dapat dijadikan sebagai media dan fasilitas yang positif bagi karya-karya musik kita untuk bersaing secara sehat dengan karya-karya musik dari luar negeri baik di pasar lokal maupun internasional. Maju terus karya musik anak bangsa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H