Mohon tunggu...
Maya Lestari Gf
Maya Lestari Gf Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Novelis-blogger-traveller. mayalestarigf.com ig: @mayalestarigf twitter: @mayalestarigf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Memukul Murid?

10 Juni 2016   06:41 Diperbarui: 10 Juni 2016   07:55 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya tak mengerti. Beberapa kali di timeline fb saya berseliweran postingan yang berisi pembenaran terhadap pukulan yang dilakukan guru terhadap murid. Bahkan, para penulis artikel ini tak sungkan-sungkan mengambil contoh pejuang Islam hebat masa dulu yang di waktu kecilnya pernah mendapat kekasaran dari guru. Bahkan, sering juga mencontohkan diri sendiri yang dulu pernah dipukul guru ngaji/sekolah umum saat masih kecil. Semua kisah pro kekasaran itu rata-rata diakhiri kalimat: “pukulan itu bentuk kasih sayang guru. Suatu tindakan yang mengajarkan kedisiplinan pada anak.” 

Terus terang saya tidak mengerti dengan betapa paradoksnya sebagian kita. Di satu sisi kita rajin berkampanye tentang hebatnya metode pendidikan Rasulullah, di sisi lain, kita juga pro pada metode pendidikan yang tidak dicontohkan Rasulullah. Di satu sisi kita mengkampanyekan nasehat Dorothy Law Nolte yang terkenal itu. Membagi-baginya di laman sosial kita. (Anak belajar dari kehidupan. Jika mereka dibesarkan dengan ketakutan, mereka akan belajar untuk memusuhi, dst…), tapi di sisi lain kita merasa oke jika anak-anak dipukul dalam pelajarannya. Anak-anak yang dipukul akan disiplin? Coba periksa baik-baik. Benarkah mereka disiplin atas kesadaran sendiri atau justru takut akan dimarahi? Dari luar, hasilnya tampak sama, tapi motivasi beda. Sebagian kita pernah dipukul guru waktu kecil? apa hasilnya kira-kira? Sudah disiplinkah kita di jalan raya? Sudah disiplinkah kita membuang sampah di tempatnya? Sudahkah kita benar-benar disiplin dalam banyak hal seperti alasan para pro pukulan?

Maaf, hanya karena anda pernah dipukul waktu kecil, bukan berarti tindakan ini wajar dilakukan. Rasulullah tidak pernah memukul murid-muridnya. Beliau adalah orang yang sangat lembut, yang setiap perkataan beliau langsung menyentuh hati murid-muridnya. Apakah kelembutan beliau ini membuat murid-muridnya tidak disiplin? Sebaliknya, justru generasi didikan beliau adalah generasi terbaik Islam. Beliau penyayang, suka bercanda, tidak mudah marah, sangat bijaksana, tidak mudah melarang (buktinya, ada orang Badui yang kencing di sudut masjid dibiarkan saja oleh Rasulullah karena beliau tahu sang Badui belum mengerti akibat perbuatannya). Pendek kata, kekerasan bukan bagian dari metode pendidikan Rasulullah.

Sekarang mari kita lihat negara-negara yang pendidikannya maju seperti Norwegia, Finlandia dan Inggris. Memukul pun bukan salah satu metode pendidikan guru-guru di sana. Di Inggris, guru yang melakukan kekerasan terhadap murid langsung dipecat dari sekolah. Sederhana saja, pendidikan itu berjalan bila hati tersentuh toh? mungkinkah menyentuh hati murid dengan memukul mereka?

Ada banyak penyebab kenapa anak-anak menjadi kurang terkendali. Anak-anak tidak mungkin punya cita-cita menjadi  nakal dan menyebalkan. Mereka dibentuk lingkungan. Upaya-upaya mengenal anak dan lingkungan tempat ia dibesarkan, serta bagaimana ia dididik di rumah sangat perlu dilakukan. Perlu juga upaya persuasif kepada orang tua.  Peran guru konseling, kebijaksanaan kepala sekolah dan terutama Persatuan Orang Tua, Murid dan Guru (POMG) sangat besar pengaruhnya untuk mengubah prilaku buruk siswa. Selama ini,  fungsi POMG di sebagian sekolah sebatas meminta sumbangan untuk pembangunan fisik sekolah saja, padahal, sekolah itu berurusan dengan pembangunan psikis, bukan aula, pengadaan sound system, dll. 

Saya pernah dipukul guru saya, dan saya tahu betapa pahitnya itu, padahal saya bukan murid nakal. Saya dulu hanya lupa mengerjakan PR, tapi guru kelas saya kemudian menyuruh saya ke depan, lalu memukul jari-jari saya dengan rol kayu keras sekali. Saya tidak berani menyampaikannya ke orang tua saya, karena  saya tahu, jika ibu saya sampai tahu, ia akan mendatangi sekolah, marah-marah di situ, dan ujung-ujungnya yang kena getahnya saya juga (dimusuhi guru, digosipkan, dll). Sampai saat ini saya bahkan masih merasakan rasa kosong di ujung-ujung jari setiap kali mengingat kejadian itu. Guru ngaji pertama saya dulu adalah seorang yang selalu siap dengan lidi di tangannya. Saya tidak pernah berhasil membaca tulisan Arab setiap dengannya meski sudah berbulan-bulan belajar. Saya tidak tahu mana yang "ba" mana yang "ta". Akhirnya, karena saya tidak juga pandai mengaji, ibu saya mencari guru ngaji lain, seorang perempuan yang sangat sabar, baik dan lembut tutur katanya. Ajaib, hanya dalam tempo dua minggu, saya langsung bisa membaca ayat-ayat Alquran dengannya. Bahkan, sampai saat ini, salah satu kenangan manis saya adalah saat duduk berhadapan dengannya, mempelajari ayat-ayat Alquran. Ibu saya senang sekali dengan guru ngaji saya ini, sampai-sampai saya ingat, ibu saya sering mengantarkan berbagai makanan untuknya.

Dipukul itu pahit. Adalah tidak mungkin saya membiarkan anak-anak merasakan kepahitan yang sama. Pukulan membuat mereka merasa tidak dihargai. Apakah jika mereka dewasa, berusia 25 tahun, anda tetap mau memukul mereka? Saya tidak yakin. Lalu mengapa anda merasa anak-anak yang pengalaman hidup di dunia baru beberapa tahun sudah selayaknya dipukul kalau mereka sedikit nakal? Anak-anak bukan subtitut kehidupan. Mereka adalah manusia yang sama berhak mendapat penghargaan seperti orang dewasa. Anda pro kekerasan? Coba bayangkan dulu jika hal yang sama terjadi pada anda. Menerima tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun