Mohon tunggu...
Maya Fransiska
Maya Fransiska Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Institut Agama Islam Negeri Kudus

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kunci Kesetaraan Gender dalam Kepemimpinan Organisasi Mahasiswa: Ubah Persepsi, Dorong Inklusi

12 Desember 2024   12:35 Diperbarui: 12 Desember 2024   13:09 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunci Kesetaraan Gender dalam Kepemimpinan Organisasi Mahasiswa (Sumber: OpenAI)

Kunci Kesetaraan Gender dalam Kepemimpinan Organisasi Mahasiswa: Ubah Persepsi, Dorong Inklusi

Penulis: Maya Fransiska Fatikhasari, Eka Ariana Juliastuti, Muhammad Fachlevi Baihaqi

Pernahkah kalian bertanya-tanya mengapa jumlah perempuan dalam kepemimpinan di banyak organisasi masih sangat sedikit? Atau mengapa ada anggapan bahwa laki-laki atau perempuan hanya cocok untuk pekerjaan tertentu? Pertanyaan ini mengarah pada isu yang sering menjadi perbincangan, yaitu kesetaraan gender. Kesetaraan gender berarti setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan, terlepas dari jenis kelaminnya. Namun, ketidaksetaraan gender masih menjadi masalah global yang belum terpecahkan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmariza dalam jurnalnya yang berjudul “Perempuan dan Kepemimpinan di Organisasi Mahasiswa Universitas Negeri Padang”, menunjukkan bahwa penyebab rendahnya kepemimpinan perempuan di suatu organisasi mahasiswa karena perempuan tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif, mereka dianggap kurang mampu menerapkan kebijakan yang berdampak pada masyarakat umum. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa perempuan jarang menjabat sebagai pemimpin di organisasi mahasiswa. Karena hal itu pula, masyarakat menganggap perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Padahal laki-laki dan perempuan memiliki hak, kedudukan, dan kesempatan yang sama dalam memimpin suatu organisasi (Aini et al., 2021).

Ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila dalam sila ke-5 menyebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa kesetaraan hak untuk semua gender, baik perempuan ataupun laki-laki. Hak dan kewajiban berlaku untuk semua orang bukan hanya untuk orang tertentu. Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai konsep kesetaraan gender. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Selain itu juga diperkuat lagi dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional.

Nurhayati (2022) mengatakan bahwa kesetaraan gender merupakan suatu keadaan dimana kedudukan antara laki-laki dan perempuan setara, serasi, seimbang, dan menunjukkan keharmonisan. Keadaan seperti ini dapat terjadi apabila laki-laki dan perempuan diperlakukan dengan adil dan tidak ada ketimpangan atau ketidakadilan terhadap salah satu gender. Menurut Astuti dan Afrizal dalam jurnalnya yang berjudul “Realitas Peran dan Hak Perempuan dalam Lingkup Organisasi HMJ di FKIP Untirta”, organisasi mahasiswa adalah tempat dimana mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan dan kapasitas mereka melalui semangat positif, inisiatif, dan ide-ide kreatif (Destianti & Afrizal, 2024). Terwujudnya kesetaraan gender dapat dilihat dalam beberapa aspek. Untuk mengetahui lebih jelas, berikut akan disajikan aspek kunci kesetaraan gender dalam organisasi mahasiswa.

 Aspek pertama yaitu akses. Akses merupakan kapasitas untuk menggunakan sumber daya yang tersedia untuk berpartisipasi secara aktif dan produktif dalam masyarakat termasuk akses ke sumber daya, pelayanan, tenaga kerja dan pekerjaan, serta informasi dan manfaat (Nurhayati, 2022). Akses yang merata memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang (tanpa memandang gender) untuk berpartisipasi secara aktif dalam aktivitas organisasi. Perempuan akan lebih termotivasi untuk mengambil bagian dalam aktivitas organisasi jika akses yang sama tersedia. Hal ini akan memecahkan stereotype bahwa organisasi mahasiswa hanya untuk laki-laki.

Dalam organisasi mahasiswa, semua orang (tanpa memandang gender) harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti program pengembangan diri, pelatihan, atau seminar yang diadakan oleh organisasi. Hal ini akan mendorong potensi dan minat mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai bidang. Selain itu, tersedianya informasi yang sama bagi seluruh anggota merupakan indikator penting dari akses yang merata. Informasi tentang kegiatan, peluang kepemimpinan, dan sumber daya organisasi harus didistribusikan secara terbuka dan mudah diakses oleh semua pihak, sehingga setiap anggota dapat membuat keputusan yang tepat dan terlibat secara aktif dalam program organisasi.

Aspek kedua yaitu partisipasi. Partisipasi berasal dari kata participation (dalam Bahasa Inggris) yang artinya pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan pengertian partisipasi sebagai perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan, atau keikutsertaan, atau peran serta. Aspek ini berkaitan dengan proporsi dan partisipasi seluruh anggota kelompok dalam menjalankan organisasi, seperti pengambilan keputusan, melakukan tupoksi ataupun memberikan gagasan atau pandangan tanpa membedakan gender (Haerullah et al., 2024).

Ketika semua anggota memiliki akses yang sama ke sumber daya, peluang kepemimpinan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, organisasi akan menerima berbagai perspektif dan ide-ide inovatif. Hal ini akan mendorong solusi yang lebih luas untuk permasalahan mahasiswa dan membuat organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia dengan penuh. Meskipun setiap orang memiliki keahlian yang berbeda-beda, memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berpartisipasi memungkinkan organisasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik

Aspek ketiga yaitu kontrol. Nurhayati (2022) menjelaskan bahwa kontrol adalah penguasan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah sejauh mana individu memiliki otoritas dan kekuatan untuk menjalankan tanggung jawab dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Aspek ini berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan membagi kekuasaan dalam struktur organisasi. Setiap organisasi harus memberi kesempatan kepada setiap anggotanya untuk mengambil keputusan dengan tidak membuat aturan yang mendiskriminasi gender tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun