Gencarnya peluncuran mobil listrik di Indonesia menuju ambisi target nol emisi di tahun 2060 yang baru-baru ini sangat menarik perhatian para konsumen. Selain dengan klaim dari para perusahaan mobil yang meluncurkan jenis mobil listrik mereka, mereka juga menyuguhkan desain-desain dari mobil listrik yang sangat up to date, bahkan beberapa ada yang didesain sesuai dengan kebutuhan ukuran mobil yang akan digunakan sehari-hari untuk para calon pembeli ini. Seperti yang kita ketahui banyak orang beranggapan bahwa mobil listrik adalah solusi untuk masa depan dari pengurangannya penggunaan terhadap bahan bakar fosil. Namun, perlu kita teliti lebih jauh benarkah dengan terciptanya mobil listrik ini akan menjadi solusi ramah lingkungan atau malah menjadi permasalahan baru dalam penanggulangan limbah yang dipakai oleh mobil listrik tersebut?
Eksistensi mobil listrik ini sudah ada sejak jauh di tahun 1831-1839 yang dikenalkan oleh Robert Anderson merupakan pria asal Skotlandia. Namun, pada saat itu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) masih sangat rendah sehingga masyarakat dunia masih tidak menaruh perhatian pada inovasi terbarukan tersebut. Saat ini justru dengan naiknya harga BBM masyarakat baru mengalihkan perhatian ke inovasi mobil listrik ini. Penggunaan baterai sebagai sumber energi alternatif pada mobil listrik banyak dipilih para perusahaan otomotif dalam menciptakan kendaraan ramah lingkungan, juga sebagai pengganti dari penggunaan BBM pertalite, pertamax, dan solar. Selain mendapatkan privilege pajak murah, bebas ganjil genap, mobil listrik juga diklaim ramah lingkungan, memiliki mesin yang tidak bising, dan proses perawatannya yang mudah juga hemat menjadi poin plus bagi para pemilik mobil listrik di Indonesia.
Pada kenyataannya, penggunaan baterai yang membutuhkan generator untuk mengisi daya pada mobil listrik ini tidak sepenuhnya berperan 'ramah lingkungan'. Menurut Nugroho Adi selaku Perekayasa Madya di Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyingkap sisi negatif dari program peluncuran kendaraan listrik ini dimana pembangkit listrik di Indonesia yang ternyata masih menggunakan batu bara sebagai basis tenaga listrik digunakan sebanyak 60% dengan faktor emisi Jaringan Listrik Nasional sebanyak >780 gram CO2eq/kWh yang menyebabkan meningkatnya penggunaan listrik pada mobil listrik ini, belum termasuk emisi yang dihasilkan oleh mobil konvensional yang saat ini masih sebagian besar menggunakan mobil konvensional karena masih tingginya harga mobil listrik. Mobil listrik sendiri masih menyumbang emisi sebanyak 0.5 g/km masih sangat rendah jika dibandingkan dengan mobil konvensional yang menyumbang emisi sebanyak 125 g/km.
Proses pembakaran yang dilakukan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan bahan dasar batu bara ini masih menyumbang emisi karbon dioksida dengan menghasilkan asap berbahaya dengan material-material berbahaya seperti zat sulfur, Nitrogen oxide, partikel lainnya dan debu. Dimana material berbahaya ini akan memberikan dampak buruk turunan seperti hujan asam, penyakit pernapasan, sampai penyakit perubahan genetik makhluk hidup jika penggunaan melampaui batas tertentu.
Mobil listrik masih belum sempurna jika disebut sebagai mobil dengan inovasi ramah lingkungan. Karena masih memiliki dampak negatif pada lingkungan yakni menimbulkan masalah baru pada penanggulangan limbah baterai atau B3 lainnya, merusak ekosistem, dan konsumsi energi yang tinggi selama produksi berlangsung. Paparan dampak negatif yang ditimbulkan oleh mobil listrik ini jika digunakan terus-menerus juga tidak akan menjadi solusi bagi dunia karena dampak yang diberikan-pun langsung ke lingkungan. Untuk masalah penanggulangan limbah baterai di Indonesia sendiri masih belum signifikan secara pasti regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia terhadap limbah mobil listrik ini. Namun, jika pemerintah Indonesia mengikuti kebijakan pemerintah Swiss dalam peraturan tentang pengurangan resiko terkait dengan penggunaan zat berbahaya tertentu, bahwa Swiss mengatur kebijakan untuk para konsumen mengembalikan baterai tersebut ke produsen ataupun ke perusahaan yang dikhususkan mengelola limbah baterai tersebut. Di Indonesia khususnya PT Toyota Astra Motor (TAM) dan juga PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang telah bersedia membentuk tim khusus dalam masalah penanggulangan baterai mobil listriknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H