Mohon tunggu...
Maya Bella
Maya Bella Mohon Tunggu... -

An English Literature student, still finding her passion in writing. Any (polite) comments, critics and suggestions are welcome.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Posting Pertama

1 Desember 2013   18:57 Diperbarui: 17 Oktober 2015   18:02 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini entry pertama setelah sebulan yang lalu registrasi menjadi salah satu kompasiner. Saya pun tidak punya ide atau bahan untuk tulisan kali ini. Mungkin hanya perkenalan kecil sebagai newbie atau salam perkenalan. Nama saya Maya Bella 19 tahun dan menetap di kota Denpasar, Bali. Hampir 12 tahun saya tinggal disini dan sudah banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi disekeliling saya. Semakin banyaknya hunian hotel dari mulai bintang 3-5, vila, resort, jalan tol, underpass, bahkan isu yang lagi hangat-hangatnya tentang reklamasi teluk benoa. Secara pribadi saya tidak setuju seandainya hal ini terealisasi. Bali akan menjadi tempat yang eksklusif dan lebih menonjolkan sisi luxury. Sisi baiknya dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar, pemasukan pastinya bertambah lebih banyak, turis domestik maupun mancanegara (kemungkinan) menempatkan Bali sebagai destinasi wisata utama dan lain-lain. Kalau buruknya, menurut saya berdampak pada lingkungan. Meskipun ada yang mengatakan reklamasi ini juga untuk mencegah tsunami tapi kalau ekosistem di sekitar teluk benoa seperti hutan mangrove, biota laut dan keanekaragaman hayati lainnya terganggu sama saja bohong. Mencegah tsunami sepertinya modus dari para investor agar pihak terkait dapat diberikan izin untuk segera mewujudkannya.

Terlepas dari pro kontra reklamasi, masih banyak yang harus lebih diperhatikan selain pembangunan di kawasan Bali Selatan yang sudah sesak dan sumpek. Lihat kawasan Bali Utara dan sekitarnya masih jarang mendapat sentuhan infrastruktur yang memadai. Masih banyak anak yang putus sekolah dan akhirnya jadi gepeng. Seharusnya konsentrasi pemerintah tertuju ke daerah tersebut serta mereka (anak-anak) yang membutuhkan pendidikan layak. Kalau terus mengalah pada investor yang hanya mengejar keuntungan semata, kapan investor mengalah pada pemerintah?. Bila perlu investor membantu program pemerintah dengan menjadi fasilitator dalam hal pembangunan merata di seluruh kawasan Bali terutama dalam perbaikan gedung sekolah atau membuat sekolah gratis bagi para anak jalanan.  Dengan begitu Bali tidak hanya difokuskan pada luxury tourism tapi aspek lain yang tetap mengedepankan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun