MURJIAH DALAM PRESPEKTIF ILMU KALAM
Kata Murji’ah menurut bahasa: yang Pertama, penangguhan, karena mereka menangguhkan perbuatan dari niat dan balasan. Yang Kedua, berarti memberi harapan.Jadi al-irja’ bermakna i’taa’ al-raja’ (memberi harapan ). Dua makna inilah yang menurut al-Syahrastani menjadi asal makna al-raja’.
Adapun secara istilah, murji’ah adalah kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang Dari sini jelas sekali bahwa hubungan antara makna al-irja’ sebagai istilah dengan dua makna etimologinya. Berdasarkan makna pertama, mereka disebut Murji’ah karena mereka mengakhirkan atau mengesampingkan amal dari keimanan. Sedangkan berdasarkan makna kedua, mereka disebut Murji’ah karena mereka menjadikan orang-orang menjadi al-raja’ yang berlebihan, tanpa ada kekhawatiran sama sekali bahwa dosa-dosa yang mereka perbuat akan mencederai keimanan mereka. Ini berarti mengakhirkan atau menomor duakan amal perbuatan dari iman.
Banyak ulama’ salaf yang berpendapat mengenai aliran Murji’ah salah satunya adalah Sufyan Ats-Tsauri, ia pernah mengatakan bahwa. “Adapun Murji 'ah mereka mengatakan iman hannyalah ucapan tanpa amal per buatan, barang siapa yang bersyahadat Laa ilaha i lla Allohu wa anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu maka dia telah sempurna keimanannya. Imannya seperti imannya Jibril dan para malaikat meskipun dia membunuh (orang yang haram darahnya) dia tetap dikatakan sebagai mukmin, dan meskipun dia meninggalkan mandi janabah serta tidak Shalat. Mereka juga menghalalkan darah kaum muslimin.”
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah beranggapan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu tidak dianggap kafir akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat. Mereka mempunyai pandangan bahwa kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.
Kemudian sekte-sekte aliran mutazilah yang terkenal diantaranya,
Al-Syahrastani pernah mengemukakan pandangan tentang berbagai golongan Murji’ah dalam persoalan Iman dan kufur adalah sebagai berikut:
a)Al-Yunusiyyah: yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun al-Namiri, berpendapat bahwa iman Adalah ma’rifah kepada Allah dengan menaatinya, mencintai dengan sepenuh hati, Meninggalkan takabbur. Menurutnya, iblis termasuk makhluk arif billah, namun ia dikatakan Kafir karena ketakabburannya kepada Allah SWT.
b)Al-Ubaidiyyah: yang dipelopori oleh ‘Ubaid al-Mukta’ib berpendapat bahwa selain perbuatan Syirik akan diampuni Allah. Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih mempunyai tauhid Tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang diperbuatnya.
c)Al-Ghassaniyyah: dipelopori oleh Ghassan Al-Kafi berpendapat bahwa iman adalah Pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang Diturunkan oleh Allah SWT, namun secara global tidak perlu secara rinci. Iman menurutnya tidak bertambah dan berkurang.
d)Ats-Tsaubaniyyah: dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i berpendapat bahwa iman adalah mengenal dan mengakui (ma’rifah dan ikrar) terhadap Allah dan rasulnya. Melakukan apa-apa Yang tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa yang pantas menurut akal, tidak disebut Iman. Iman lebih dahulu daripada amal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H