Meski pesta demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden baru akan dilaksanakan pada tahun 2019. Namun proses pemilihan tersebut akan dimulai dari tahun 2018 dan puncaknya adalah pasca pemilihan kepala daerah serentak dilaksanakan 27 juni kemarin.Â
Pasalnya para partai politik berlomba untuk mencari suara dipilkada serentak ini, sebelum menghadapi proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilaksanakan secara serentak dengan Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Hal yang dinantikan oleh rakyat Indonesia dari pesta demokrasi saat ini ialah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu sendiri. Untuk kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ini, Pak Joko Widodo sebagai Presiden saat ini telah mendeklarasikan diri kembali untuk maju menjadi di Pemilihan Presiden tahun 2019, hal ini adalah konstitusional karena berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan" sehingga Pak Jokowi yang baru sekali menjabat sebagai Presiden secara konstitusional dapat saja mengajukan diri kembali dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2019-2024.
Sebagai calon Presiden yang akan maju dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Presiden (Pilpres) khususnya. Jokowi sudah tidak mengajak Jusuf Kalla (JK) untuk mendampinginya maju pada Pilpres 2019. Pasalnya JK pernah menjadi Wakil Presiden pada masa Pemerintahan SBY dan Jokowi. Yang secara konstitusional, JK tidak dapat mengajukan dirinya kembali sebagai Wapres untuk mendampingi jokowi berdasarkan Pasal 7 UUD 1945 dan hal ini diperkuat dengan hadirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XVI/2018 tentang Pengujian Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017b tentang Pemilihan Umum ini, Mahkamah menolak permohonan tersebut. Yang artinya JK tidak dapat mencalonkan diri kembali menjadi Wapres.
Persoalan ini membawa hal yang cukup serius bagi Jokowi karena sudah tidak mengajak JK sebagai Wapresnya. Artinya Jokowi harus memilih Wapres untuk menemaninya dalam Pilpres tahun 2019, hal ini didasari pada Pasal 6A UUD 1945 "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat" sehingga untuk dapat mengikuti Pilpres ini Jokowi harus menentukan siapa yang akan menjadi Calon Wakil Presiden untuk mendampinginya.
Memilih Calon Wakil Presiden untuk mendampingi Jokowi bukanlah hal yang mudah, perlu banyak perhitungan yang sangat matang. Selain persyaratan untuk menjadi Calon Wakil Presiden yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang  Pemilihan Umum (Pemilu) harus terpenuhi. Setidaknya, penulis berpendapat terdapat 3 hal yang juga perlu untuk diperhatikan oleh Jokowi dalam menentukan Cawapresnya ialah yang pertama adalah Partai Politik pengusung, kriteria Cawapres yang harus jelas, satu visi dan misi oleh Jokowi. 3 hal ini penting untuk dapat menentukan proposionalitas Cawapres bagi Jokowi dalam pertarungan Pilpres 2019.
Fokus pertama saya ialah Partai Politik, mengapa hal ini menjadi bagian yang penting bagi Jokowi dalam menentukan Cawapresnya, pasalnya dalam konstitusi kita saat ini, dalam mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden seseorang harus diusung oleh Pertai Politik atau Gabungan Partai Politik yang ketentuan tersebut diterjemahkan didalam UU Pemilu yang mengatur tentang ambang batas suatu Partai untuk dapat mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden yakni sebesar 20% suara di DPR. Jika melihat dinamika saat ini, tidak ada Partai Politik yang melewati ambang batas tersebut. Artinya partai politik dipastikan harus membangun koalisi untuk dapat mengajukan Capres dan Cawapresnya.
 Jokowi untuk dapat maju sebagai Presiden haruslah mendapatkan dukungan lebih dari satu Partai Politik. Hal ini dapat menjadi poin lebih atau bahkan dapat menjadi serangan balik bagi dirinya untuk maju ke Pilpres 2019. Artinya Jokowi dalam menentukan wakilnya juga harus ada diskusi politik dengan partai pengusung, yang dimungkinkan para partai pengusung tersebut akan memberikan syarat-syarat atau kriteria bahkan mengajukan Calonnya sendiri kepada Jokowi.Â
Parpol pengsungpun berlomba-lomba mencalonkan Wapres untuk mendampingi jokowi, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya spanduk ketua Perpol yang menyatakan siap maju di Pilpres 2019 mendampingi Jokowi. Selain elektabilitas yang dimiliki oleh Jokowi cukup tinggi, kesempatan yang diambil oleh Parpol yang nantinya dipilih oleh Jokowi untuk menemaninya di Pilpres 2019 adalah kartu emas untuk Pilpres yang akan terjadi pada tahun 2024 ketika Jokowi telah selesai selama 2 periode menjadi Presiden, namun disatu sisi hal ini menjadi sebuah dilematis pula karena tidak akan mudah memilih siapa yang akan mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 oleh Parpol pengusung. Maka alternativnya adalah akan ada sosok yang diusung diluar dari kader Parpol sebagai jalan tengah yang dapat dilakukan oleh Jokowi dan tim koalisnya.
Faktor kedua yang cukup penting adalah tentang Kriteria Cawapres yang tepat, hal ini perlu difikirkan bersama, karena kriteria yang tidak jelas tentang sosok Cawapres yang akan mendampingi Jokowi akan ikut berdampak pada hasil Pilpres 2019 mendatang.Â
Jika melihat faktor keberhasilan Jokowi pada tahun 2014 adalah karena turut dukungan dari JK sebagai seorang yang sudah berpengalaman dibidang politik dan ekonomi, maka untuk tahun 2019 ini, Jokowi dapat saja memilih Cawapresnya dengan kriteria seorang yang sudah memahami konteks kebutuhan Indonesia saat ini.Â