Mohon tunggu...
Maya Lestari
Maya Lestari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA

Manusia penuh pertanyaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selembar Kertas Bernilai

27 November 2022   17:50 Diperbarui: 27 November 2022   17:55 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun meski begitu, tak kubiarkan seseorang atau apapun merebut dan menghancurkan ambisiku. Meski itu adalah isi dari pikiranku sendiri, kubuang jauh-jauh kata seandainya itu. Kemustahilan tak perlu diratapi, ulangku pada diriku sendiri. Tugas yang dapat kau emban adalah mewujudkan harapan yang kau buat dan tidak menyerah dengan itu. Aku tidak pernah mengatakan aku menyesal telah dilahirkan sebagai perempuan.

Aku akan mencari arti hidupku, berpetualang dan menjalani hidup dengan sebodoh-bodohnya. Aku memegang peranan penting dalam perjalanan panjang yang aku punya, dan berhak merasakan kegagalan dan keberhasilan yang mungkin akan terjadi pada suatu yang mendatang meski aku ini perempuan. Kuulangi, meski aku perempuan.

Meski nanti yang akan aku temui adalah kegagalan, biarkan saja itu terjadi tak masalah. Aku tidaklah menginginkan setiap lembar yang Tuhan berikan dalam buku perjalanan kisah hidupku, dibatasi oleh belenggu-belenggu itu. Biarkan hal itu menerjang, aku akan bersiap menghadapinya meski itu tidaklah mudah.

Biarpun tak kuinginkan, mataku tak bisa untuk tidak terpejam. Kantuk ku datang tanpa bisa dicegah. Aku tertidur dengan bersandarkan buku. Terbang jauh menembus alam mimpi, aku harap semuanya baik-baik saja pada keesokan hari, meski aku tahu benar kekhawatiran masih bersarang dalam benak hatiku.

Pada hari yang aku tunggu, aku melaksanakan ujian dengan berdebar, takut-takut kalau yang aku pelajari tidak sesuai. Sebagian dari soal telah aku kerjakan, kulihat sekeliling tidak hanya aku yang merasakan situasi sulit ini. Aku ingin menangis, apa memang benar sia-sia saja? Aku tidak bisa mengerjakan soal terakhir, meski aku sudah berkali-kali mengerjakan bentuk soal yang sama seperti ini malam kemarin. Aku tetap tidak bisa menemukan jawaban yang sesuai.

Hingga kemudian saat ketika waktu kertas hasil ujian telah dibagikan, jantungku berdegup tak karuan. Hatiku mencelos begitu saja ketika melihat sebuah angka disana. Angka sembilan, nyaris sempurna. Namun tak menghentikan niatku untuk memekik girang. Akhirnya! 

Aku tidak pernah sekalipun mendapat nilai matematika sebagus ini, tidak juga teman sekelasku. Ucapan Ibu guru matematika selanjutnya membuatku semakin dalam euforia, ada kesalahan soal pada nomor soal terakhir. Semua anak mendapatkan nilai tambahan, dan aku meraih nilai sempurna itu.

Masih ada harapan, aku memiliki kesempatan. Aku akan maju dalam perlombaaan matematika. Membawa harapan yang telah bersarang, perjalanan membawa cita baru saja dimulai. Akan aku tunjukkan pada Bapak, kalau anak perempuannya ini bisa jua menenteng kebanggaan untuk dirinya sendiri dan untuk Bapak. Aku akan membawa kemenangan itu dan bapak harus melihatnya. Bahwa perempuan juga memiliki kehormatannya sendiri, berhak memilih keputusan dan jalan hidupnya sendiri.

Jakarta, 31 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun