"Kamu anak keberapa?"Â
Pertanyaan tersebut mungkin lazim kita temui jika kita berkenalan dengan seseorang. Pertanyaan yang tidak asing di telinga, hingga kita pun akan bisa langsung merespon dengan cepat. Berbeda halnya jika pertanyaan itu diajukan dalam konteks bahasa Inggris.
Sebagai orang yang mempunyai latarbelakang pendidikan bahasa Inggris, jujur saya hingga detik ini tidak bisa menjawab apa bahasa Inggrisnya, "Kamu anak keberapa?". Jika diartikan satu-satu, mungkin kita bisa terjemahkan menjadi, "What order of the child are you?". Tapi tentu saja jadinya rancu dan terkesan ambigu. Dan jika kita sering membaca novel atau menonton film atau serial berbahasa Inggris, tidak akan kita jumpai pertanyaan seperti itu. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah, "Do you have any brother or sister?".
Contoh lain berkaitan dengan penyebutan nama. Di negara-negara Barat, menjadi sebuah kebiasaan menyebutkan nama langsung bagi siapapun yang tidak ada hubungan darah bahkan ke orang yang lebih tua sekalipun. Bukan berarti mereka tidak menaruh hormat, tapi memang sudah menjadi kebudayaan yang sudah dari dulu dilakukan. Kalau konteks ini dibawa ke Indonesia, bisa-bisa kita dicap sebagai orang yang tidak beretika atau tidak memiliki sopan santun. Orang tua adalah sosok yang harus dihormati, oleh karenanya kita pun harus menjaga ucapan tatkala kita berbicara dengannya.
Ada satu momen yang membuat saya geli sekaligus miris. Saat zaman kuliah dulu, saya pernah PPL mengajar di sebuah SMA swasta. Saat itu, saya meminta murid kelas XI untuk membuat naskah drama dalam bahasa Inggris secara berkelompok. Bermunculanlah tema-tema yang menurut saya menarik. Tapi pada saat saya membaca salahsatu naskah, saya sempat mengernyitkan dahi. Ada satu ungkapan, "You floor!".Â
Saya saat itu sampai harus bertanya ke si pembuat naskah tentang arti dari ungkapan itu karena saya sama sekali tidak tahu maksudnya apa. Dengan polosnya, ia menjawab, "Itu, Bu, 'eh dasar kamu!'. Saya lihat di kamus dasar itu bahasa Inggrisnya floor". Ya, Rabbi. Rasanya jadi pengen menggigit kamus. Hihihihi...
Lebih parahnya lagi banyak orang yang akhirnya 'memaksakan' Â bahasa Inggris agar bisa masuk ke konteks bahasa Indonesia. Istilah 'no what what' atau 'thanks back' mungkin pernah kita semua dengar. Orang yang mengucapkan memang tahu itu salah, tetapi akhirnya bahasa menjadi sebuah lelucon yang kalau anak-anak mencontohnya dan menganggap itu sebagai sebuah kebenaran, bisa dibayangkan reaksi orang berbahasa Inggris jika mendengar hal itu.
Makanya, ketika kita ingin mempelajari suatu bahasa tertentu, mau tidak mau, kita juga akan mempelajari budayanya. Bagaimana orang menyapa, memulai pembicaraan atau meminta tolong. Tapi bukan berarti ketika kita ingin lancar berbicara bahasa Inggris misalnya, kita pun harus meniru budaya Barat sepenuhnya. Tentu yang mesti kita tiru adalah kebaikannya saja.
Hal yang paling mudah mempelajari bahasa sekaligus budaya adalah dengan menonton film atau serial televisi sesuai dengan bahasa yang ingin kita pelajari. Dari sana kita bisa belajar bagaimana 'native' mengucapkan berbagai ungkapan yang menjadi budaya mereka. Jika punya isi kantong lebih tebal, datangilah tempat dimana kita ingin lebih dalam mempelajari bahasa dan budayanya. Dengan begitu, kita bisa 'terjun langsung' menyaksikan bagaimana budaya dan bahasa itu sebagai elemen yang tidak dapat terpisahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H