Sepenggal malam mulai kunikmati tanpa kata. Entah dari mana asap mengepul sebaris jari itu mulai muncul dengan lekat. Kembali aku pada jendela. Menatap! Hampa. Ya, bisu seribu bahasa tat kala Melati masih saja bergumam akan kejadian sore ini. Bagaimana mungkin aku lupa pada perihnya kehidupan. Sosok tubuh ringkih penuh noda hitam licin dan keringat.
Berparas ramah kemudian menyapa malu dengan pelan.Â
"Sore ibu"
Terdengar begitu syahdu. Kata manis yang kemudian muncul dari balik matanya membuat hati ini semakin teriris. Bagaimana aturan sepihak mampu menghancurkan harapan seorang anak yang begitu jujur dan polos menghadapi kehidupannya. Lalu kemudian memilih melangkah bersama dengan seorang pri paruh baya. Kemudian seragam itu lepas tanpa penguat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H