Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies, Ridwan, dan Ganjar Memiliki Elektabilitas Suara Tinggi di Kalangan Kaum Muda Indonesia, Kenapa Tak Dilirik Parpol?

22 Maret 2021   17:25 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:12 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tiga orang gubernur muda Indonesia yakni Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menjadi tiga sosok yang diunggulkan oleh para kaum muda Indonesia untuk menjadi calon presiden pada Pilpres 2024, sebagaimana terungkap dalam hasil rilis Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, Minggu 21 Maret 2024. 

Bagi kaum muda Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menjadi pilihan terbaik untuk Pilpres yang akan datang. Ini nampak dari elektabilitas suara sebesar 15,2 persen, yang diperoleh oleh beliau, disusul oleh Ganjar pada posisi kedua (13,7 persen), dan Ridwan Kamil pada urutan ketiga dengan perolehan suara 10,2 persen. Kaum muda Indonesia yang nampaknya sudah jenuh dengan situasi pandemi yang berkepanjangan dan memenjara kebebasan, melihat bahwa sosok yang tepat untuk membawa mereka keluar dari persoalan itu, ada pada ketiga sosok pilihan mereka.

Bagi masyarakat Indonesia, hasil survei di atas bukanlah sesuatu yang baru karena sejauh ini, dalam survei yang dilakukan oleh badan manapaun, ketiga nama di atas memang selalu masuk dalam kategori lima sampai tujuh besar. Ketiga-tiganya selalu bersaing dengan nama-nama lain seperti, Prabowo Subianto, Ibu Risma, Sandiaga Uno, AHY, dan lain sebagainya. Ketiga-tiga juga sudah tidak asing lagi karena sering menjadi sorotan media dan publik tanah air, terkait dengan kinerja masing-masing sebagai Gubernur. 

Akan tetapi, hasil survei dari lembaga manapun termasuk yang baru saja dilakukan di kalangan kaum muda, selalu bertolak belakang dengan nama-nama yang dimunculkan oleh pihak partai politik tanah air. Walaupun nama ketiga orang Gubernur itu sering muncul dalam berbagai lembaga survei tanah air, ketiga-tiganya tidak dilirik untuk pinang oleh partai-partai politik tertentu. Kalangan kaum muda sangat mengharapkan ketiga-tiganya untuk menjadi capres tetapi pada saat yang sama keinginan itu terbentur dengan kepentingan masing-masing partai politik.

Contoh terayar adalah dalam pilpres 2019 yang lalu, sosok Gatot Nurmantyo cukup memiliki elektabilitas suara yang besar tetapi karena tidak memiliki atau tidak dilirik oleh salah satupun partai politik di tanah air, akhirnya beliau tidak masuk guna menjadi salah satu calon untuk turut memperebutkan kursi orang nomor satu di negeri ini. 

Pertanyaannya adalah mengapa ada benturan di antara kepentingan masyarakat dan kepentingan partai politik? Sudah bukan menjadi suatu rahasia umum bagi masyarakat Indonesia bahwa hampir dalam setiap partai politik yang berpeluang untuk memenangkan pilpres 2024, sudah memiliki calon masing-masing. Pada satu sisi  masyarakat mengharapkan sosok atau figur tertentu untuk membawa mereka dari persoalan yang dihadapi akan tetapi, pada saat yang sama, masyarakat harus berhadapan dengan kepentingan politik partai yang sulit untuk diterka. Contoh saja PDI-Perjuangan yang sudah memiliki seorang Puan Maharani dan Ibu Risma. Dalam tubuh Gerindra, sudah ada sosok Prabowo Subianto, dan dalam Demokrat, sudah ada AHY yang walaupun dipandang kurang memiliki pengalaman oleh beberapa pihak. 

Dari beberapa pengalaman Pilpres selama ini, tergambar bahwa karena masing-masing parpol sudah memiliki calon masing-masing maka, sangat sulit untuk memberikan peluang kepada calon lain. Ada kecenderungan dari masing-masing parpol tanah air untuk memberikan peluang kepada ketua parpol masing-masing guna menjadi capres dan cawapres. Maka, kalau ada kader atau figur-figur di luar partai yang memiliki reputasi, kinerja, kapasitas, dan integritas yang mumpuni sekalipun, sering tidak diperhitungkan. 

Selain itu, hasil survei yang melibatkan kaum muda, rasanya tidak begitu kuat dan akurat untuk dijadikan sebagai takaran guna mendapatkan seseorang sebagai calon presiden di tanah air ini. Kaum muda Indonesia pasti saja memiliki cita-cita dan harapan yang berbeda dengan masyarakat umum atas setiap calon yang diikutkan dalam survei tersebut. 

Ini terbukti dari hasil survei yang dilakukan secara nasional yang masih mengunggulkan Joko Widodo pada posisi teratas dengan elektabilitas suara sebesar 56, 5 persen. Oleh karena itu, partai-partai politik tanah air, tidak begitu berpegang pada hasil survei yang hanya melibatkan pemilih dari golongan tertentu. Resiko kehilangan suara cukup besar karena ada partai lain juga yang memiliki kepentingan yang sama. Partai politik lebih mementingkan perolehan suara ketimbang mengedepankan kepentingan masyarakat.

SALAM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun