Sejatinya, yang mengambil keputusan untuk hidup bersama sebagai suami-istri dalam satu keluarga adalah seorang lelaki dan seorang perempuan muda, yang sudah saling mengenal secara baik dan matang, selama menjalani masa pacaran dalam waktu tertentu.Â
Mereka berdualah yang akan menjalani atau mengarungi ganas dan tenangnya bahtera rumah tangga tersebut bukan orang lain, termasuk orangtua kedua belah pihak.Â
Orangtua bersama dengan pihak lain, hanya memberikan dukungan, perhatian, dan berbagai hal baik lainnya untuk melengkapi dan menyempurnakan apa yang sudah direncanakan, diimpikan, dan dicita-citakan oleh keduanya.
Oleh karena itu, selepas seorang pria dan seorang wanita dinyatakan resmi atau sah sebagai suami istri lewat suatu upacara ritual keagamaan tertentu, mereka memiliki hak dan kewajiban untuk mengurus, mengatur, menata dan meniti kehidupan keluarga mereka sendiri.Â
Segala persoalan, suka-duka, sehat-sakit, untung-malang, pahit-manis, dan lain sebagainya, menjadi tanggungan keduanya. Itulah janji yang harus mereka perjuangkan dan wujudnyatakan guna sampai pada kebahagiaan mereka sebagai suami-istri.Â
Orangtua tidak perlu campur tangan, apalagi sampai mendikte kehidupan anak-anak sampai hal-hal yang sebenarnya menjadi urusan atau rahasia rumah tangga mereka.Â
Menjadi pertanyaan adalah mengapa masih saja ada orangtua tertentu yang getol mencampuri urusan atau persoalan rumah tangga anak-anak mereka? Terlalu sayangkah? kurang yakinkah dengan pasangan anak sendiri? atau mau supaya kehidupan anak-anak sama seperti kehidupan mereka?Â
Masih banyak pertanyaan lain yang bisa dimunculkan sehubungan dengan hal ini, tergantung motivasi, harapan, dan cita-cita masing-masing orangtua terhadap anak-anaknya.Â
Akan tetapi, wajarkah kalau kemudian hanya karena alasan rasa sayang yang sebenarnya keliru atau karena ego orangtua yang rasanya berlebihan dan tidak terwujud, lalu mengambil sikap untuk mencampuri urusan rumah tangga anak-anak, bahkan sampai menghancurkan mereka?Â
Mungkin ada orangtua yang berkilah bahwa tidak mungkin itu terjadi. Orangtua mana yang mau keluarga anak hancur? Kenyataannya masih ada yang terjadi demikian.
Walaupun jaman ini semakin modern akan tetapi, masih saja terdapat pola pikir keliru yang melekat pada orangtua-orangtua tertentu dalam menyikapi persoalan yang terjadi dalam keluarga anak-anak.Â