Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko dan Demokrat yang Gatal, Jokowi yang Digaruk

13 Maret 2021   11:55 Diperbarui: 13 Maret 2021   12:10 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini, perhatian hampir seantero insan masyarakat negeri ini benar-benar di sita dan diarahkan pada kekisruhan yang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat. Kegaduhan ini, berawal dari adanya isu kudeta, pemecatan 7 anggota kader partai, dan diikuti dengan terjadinya Kongres Luar Biasa  (KLB) yang katanya ilegal dan inkonstitusional di hotel The Hill Sibolangit, Medan Sumatera Utara, dengan memunculkan Partai Demokrat tandingan yang diketuai oleh Jenderal Purn Moeldoko. 

Sejak awal mula lahirnya persoalan dalam tubuh partai berlambang Mercy itu, nama Moeldoko memang sudah gencar disebut-sebut sebagai sosok yang turut bermain dibalik adanya isu kudeta tersebut, walaupun yang bersangkutan membantah, menentang, dan berlaku seolah-olah tidak tahu menahu. Akan tetapi, bantahan-bantahan itu kemudian tak terelakkan lagi, ketika Kepala Staf Presiden (KSP) itu menerima hasil kongres yang menetapkan dan memutuskan dirinya sebagai Ketua Umum yang baru untuk menggantikan AHY, yang dinilai tidak mampu memimpin Demokrat. 

Anehnya, ketika nama Moeldoko muncul dibalik semua itu, seorang AHY sebagai Ketua Umum yang merasa eksistensinya terusik, bukannya menyurati atau berkomunikasi dengan Moeldoko dan para kader partainya yang memiliki niat busuk itu untuk meminta klarifikasi tetapi, presiden Jokowilah yang disurati. Menjadi pertanyaan adalah apa hubungan seorang Joko Widodo dengan Moeldoko? Apa kapasitas atau posisi seorang presiden dalam Partai Demokrat? Keanehan semakin bertambah, ketika seorang SBY yang katanya sudah susah payah membesarkan Demokrat, muncul dihadapan publik, lalu menghubung-hubungkan masa kepemimpinannya sebagai seorang presiden di negeri ini selama 10 tahun dengan persoalan partai. 

Amat jelas bahwa yang namanya suatu partai politik atau kelompok hidup masyarakat manapun, memiliki visi, misi, dan tujuannya masing-masing. Untuk mewujudkan semua maksud baik yang terangkum dalam visi dan tujuan itu maka, dalam suatu partai ditetapkan pemimpin dan pengurusnya tersendiri. Mereka-mereka itulah yang berfungsi sebagai pemimpin, penata, dan pengontrol, perputaran hidup partai dengan berbagai misi, taktik, gagasan, ide, pun pendapat semua orang yang ada di dalamnya. 

Pemerintah dan semua pihak yang terkait, hanyalah mengesahkan, menjamin, dan memberikan ruang bagi suatu partai untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuannya itu. Kalau kemudian terjadi persoalan dalam usaha partai untuk berkembang maka, itu bukan kesalahan presiden tetapi, ketidakmampuan dari semua mereka yang telah dipilih untuk menjadi pemimpin di dalam partai yang bersangkutan. Pemerintah manapun di dunia ini, tidak turut mengatur keberadaan suatu partai politik, termasuk partai yang mengusungnya sekalipun.

Persoalan yang menimpa Partai Demokrat saat ini, jelas bahwa itu adalah persoalan dalam tubuh Partai Demokrat sendiri. Kalau kemudian ada kader partai yang memberontak dan mengancam dengan melakukan kudeta atau apapun itu, mereka-mereka yang duduk sebagai jajaran pemimpinlah yang harus berusaha mencari dan menemukan akar persoalan dengan cerdas dan bijak untuk menyelesaikannnya, bukan menjadikan seorang presiden atau pihak lain sebagai kambing hitam. 

Seorang AHY, mungkin saja terdorong dan berinisiatif untuk kemudian menyurati Joko Widodo pada awal kekisruhan Demokrat, dengan pemikiran bahwa Moeldoko sebagai nama yang disebut-sebut  dibalik semua itu adalah orang yang berada di dalam lingkaran istana. Joko Widodo pasti tahu apa yang direncanakan dan akan dilakukan seorang Moeldoko. Kalau ini yang terjadi maka, seorang AHY tidak mampu membedakan, tugas Moeldoko sebagai KSP dalam hubungannya dengan Joko Widodo dan kepentingan politik Moeldoko secara individu.

Sebagai KSP, Moeldoko tidak ditugaskan oleh presiden Joko Widodo untuk mengacaukan partai orang lain. Kalau kemudian Moeldoko melakukannya, itu adalah urusan kepentingan pribadinya. Apakah seorang presiden perlu tahu urusan pribadi para bawahannya, termasuk Moedoko? Kurang kerjaan presiden negeri ini kalau sampai terjadi demikian karena tugas pokok seorang presiden adalah mengurus negeri ini bukan mengurus pribadi-pribadi bawahannya, apalagi mengurus sebuah partai yang jelas-jelas sudah ada pemimpin dan pengurusnya tersendiri.

Kalau kemudian, Joko Widodo diam seribu bahasa soal kegaduhan yang terjadi dalam tubuh Demokrat saat ini dan manuver Moedoko yang mengambil alih kepemimpinan Demokrat dari AHY dengan cara yang tak demokratis, paksa, tak beretika, dan tidak sesuai dengan aturan manapun, itu urusan Demokrat dengan seorang Moeldoko. Kalau presiden harus bersuara soal hasil KLB yang telah terjadi, tak perlu kwatir karena sudah ada pihak-pihak yang sudah ditugaskan untuk mempertimbangkan dan memutuskannya. 

Soal keberadaan Moeldoko yang saat ini bertugas sebagai KSP, kalau memang tahu bahwa apa yang telah dilakukan sejauh ini telah menyimpang dan mengganggu tatanan pemerintahan, silahkan bersikaplah secara gentelmen guna mengundurkan diri dan fokuslah untuk menyelesaikan persoalan pribadi yang telah ada. Presiden harus bekerja untuk negeri ini. Tak perlu diganggu. Apalagi, bangsa ini masih sibuk dan berjuang untuk keluar dari ancaman virus Corona. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun