Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kudeta Partai: Takaran Kemunduran Demokrasi dalam Suatu Partai Politik?

11 Maret 2021   17:06 Diperbarui: 11 Maret 2021   17:21 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang adanya kudeta dalam suatu partai politik di tanah air Indonesia ini, bukanlah sesuatu hal atau peristiwa yang baru. 

Sejarah negeri ini mencatat bahwa jauh sebelum adanya isu kudeta dalam tubuh Partai Demokrat yang akhir-akhir ini menyita perhatian masyarakat hingga berujung pada aksi pecat memecat kader dan pengadaan Kongres Luar Biasa (KLB) yang berlangsung di hotel The Hill Sibolangit, Medan Sumatera Utara Itu, telah ada aksi kudeta yang menimpa beberapa partai politik di Indonesia ini.

Sebelum bangsa ini merdeka, telah terjadi adanya kudeta dalam tubuh Partai Sarekat Islam (SI Merah melawan SI Putih). Setelahnya, ada Partai Demokrasi Indonesia versi Soerdjadi melawan PDI Megawati, Partai Kebangkitan Bangsa pendukung Gus Dur melawan pendukung Cak Imin, ada Golkar Aburizal Bakri yang ditandingi oleh Golkar Agung Laksono, Partai Persatuan Pembangunan versi Djan Faridz berhadapan dengan PPP Romahurmuziy, dan Partai Hati Nurani Rakyat versi Oesman Sapta Odang berhadapan dengan Hanura buatan Marsekal Madya (Purn) Daryatmo.

Diketahui bahwa dalam suatu komunitas atau kelompok partai politik yang bernafaskan apapun, didalamnya hidup dan terhimpun individu-individu yang berbeda dalam banyak hal seperti, pendapat, pandangan, ide, gagasan, pola pikir, karakter, dan lain sebagainya untuk menghasilkan banyak jalan dan cara guna mengembangkan keberadaan partai. 

Suatu kelompok hidup yang digagas dan dibentuk dalam bingkai apapun, pastilah memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak dicapai, termasuk suatu partai politik. 

Menjadi persoalan adalah untuk menyatukan segala sesuatu yang baik yang berupa ide, gagasan, pendapat, dan pandangan dari semua orang yang ada dalam suatu partai untuk sampai pada tujuan dan maksud yang hendak dicapai, terkadang bahkan seringkali terjadi persoalan, perselisihan, bahkan pertengkaran. Ketika hal itu terjadi dan tiadanya kesatuan dan komonikasi yang baik untuk menyatukan kembali semuanya maka, sangat terbuka untuk terjadi perpecahan dalam tubuh suatu partai, termasuk usaha untuk kudeta.

Berangkat dari pengalaman sejauh ini, kudeta dapat dimengerti sebagai usaha pengambilan kekuasaan dari seseorang, terutama dari seorang pemimpin suatu kelompok, dengan cara ilegal, brutal, dan inkonstitusional. Kudeta dapat dilakukan oleh segelintir orang (lihat saja yang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat saat ini). Asal saja, mereka-mereka itu, memiliki tujuan dan maksud yang sama. 

Mengapa terjadi kudeta dalam suatu tubuh partai politik? Ketika kudeta dikaitkan dengan suatu partai politik maka, dapat dikatakan bahwa terjadinya peristiwa yang melawan banyak hal seperti, tatanan kehidupan berdemokrasi ataupun aturan dalam suatu partai tersebut, karena adanya perbedaan pandangan, ide, dan gagasan, dari antara beberapa kader partai dengan pimpinan atau beberapa kader penting lainnya untuk mewujudkan tujuan dan maksud baik partai yang bersangkutan.

Oleh karena itu, ketika kubu yang merasa bahwa perlu diadakannya suatu perubahan dan menemukan jalan buntu dari pimpinan, kader pendiri, para senior, dan mereka yang telah memiliki pengalaman dalam kehidupan berpolitik maka, kudeta menjadi pilihan terbaik untuk itu. 

Mereka-mereka yang berani untuk melakukan suatu kudeta, pastilah memiliki jaringan pendukung dalam banyak hal. Amat mustahil bagi segelintir orang yang kemudian berani melakukan suatu gerakan yang pastinya mengandung banyak resiko itu  tanpa adanya pertimbangan, dukungan, dan kekuatan yang matang dari pihak lain, baik dalam tubuh partai sendiri, maupun dari luar partai. 

Melihat bahwa adanya kepentingan yang hendak dicapai dibalik pribadi-pribadi yang melakukan kudeta dalam suatu tubuh partai politik, mengindikasikan bahwa dalam tubuh partai yang bersangkutan, di sana terjadi kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi. 

Mengapa demikian? Karena prinsip demokrasi yang seharusnya menyatukan semua perbedaan yang ada, tidak dihidupi dengan tepat sehingga segala ide, pendapat, pun gagasan dari mereka yang berseberangan tidak didengarkan, ditampung, dan dikelola dengan baik demi kepentingan partai. 

Maka, demokrasi seharusnya tidak hanya didengung-dengungkan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara saja tetapi juga, perlu dan penting untuk dipraktekkan dalam kelangsungan hidup partai-partai politik tanah air. Semua orang dalam partai harus melihat dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada sebagai kekuatan untuk mengembangkan sayap partai bukan melihatnya sebagai tandingan atau lawan yang harus dikekang bahkan dimusnahkan. 

Bercermin dari adanya isu kudeta yang menimpa Partai Demokrat dengan alasan bahwa adanya ketidakpuasan atas kepemimpinan seorang AHY dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi sejauh ini, terutama yang terkait dengan adanya usaha untuk menjadikan Demokrat sebagai partai yang patut diperhitungkan dalam setiap Pilpres tanah air, dapat dikatakan bahwa demokrasi tidak berjalan dengan baik dalam tubuh partai berlambang Mercy itu. 

Seandainya, pada awal adanya isu itu, pimpinan Demokrat dan semua orang yang memiliki kharisma dalam tubuh partai membuka ruang komunikasi dan demokrasi untuk mendengarkan dan menyelesaikannya dengan baik, itu akan menjadi kekuatan bagi partai untuk menghadapi Pilpres yang akan datang.

Kudeta dalam suatu partai mencerminkan bahwa ada suara atau kehendak baik dari orang-orang tertentu yang terhalangi oleh kekuatan lain dalam partai itu sendiri. 

Kudeta, boleh dipandang sebagai cara tak terhormat untuk mencapai suatu tujuan dari segelintir orang atau kelompok tertentu tetapi, harus diterima sebagai cara atau jalan terakhir, ketika maksud dan tujuan baik yang hendak dicapai melalui ide-ide, gagasan, dan pandangan menemukan jalan buntu. 

Apalagi, mereka-mereka yang membuatnya menjadi buntu, tetap bertahan pada kebiasaan, pola pikir, dan cara yang dipandang keliru atau tidak tepat karena ingin mempertahankan kekuasaan pribadi atau kelompoknya.

SALAM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun