Kebiri Kimia: Jawaban Atas Kegelisahan Masyarakat?
Kekerasan seksual terhadap anak-anak di negeri ini, dari waktu ke waktu terus meningkat. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan Komisi Perlindungan Ibu dan Anak, nampaknya belum efektif untuk mendatangkan efek jera bagi para pelakunya.
Terakhir adalah Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2020, telah menandatangani tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas para pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak. Menjadi pertanyaan adalah efektifkah upaya itu?
Kebiri
Secara umum, kebiri atau kastrasi merupakan suatu tindakan dengan melakukan bedah atau penggunaan bahan kimia untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan dan betina. Kebiri dibagi dalam dua bagian yakni kebiri bedah dan kebiri kimia. Menurut pandangan medis, kebiri hanya dapat dilakukan kepada mereka yang mengalami kanker prostat. Maka, sebelum dilakukan, perlu diadakan diagnosa klinis terlebih dahulu.
Kebiri Kimia
Kebiri kimia merupakan tindakan menyuntikan obat berupa senyawa kimia kedalam tubuh seseorang. Bahan kimia tersebut berguna untuk meredam atau mengurangi testosteron dan estradiol, serta hormon seksual pribadi yang menerimanya. Kebiri kimia merupakan cara untuk menghilangkan testis dan libido.Â
Pribadi-pribadi yang setelah menerima kebiri kimia, akan mengalami gejala-gejala seperti, tidak memiliki hasrat seksual, mengalami gangguan tidur, daya juang lemah, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi, sekali lagi, semua gejala di atas hanya bersifat sementara dan akan kembali normal. Kebiri kimia tidak mempengaruhi pembentukkan sperma.Â
Kebiri kimia yang dipilih dan diterapkan pemerintah saat ini untuk melawan para predator seksual yang menimpa anak-anak, telah diterapkan terlebih dahulu oleh beberapa negara seperti, Ukraina, Pakistan, Inggris, Amerika Serikat, Argentina, Korea Selatan, Estonia, Moldova, dan beberapa negara lainnya.
Kebiri Kimia Tak Efektif
Tujuan utama dari usaha yang dilakukan oleh pemerintah dengan jalan melakukan kebiri kimia bagi para pelaku kekerasan seksual kepada anak-anak adalah untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak dan memberikan efek jera kepada para pelakunya. Ketetapan itu tetaplah disambut gembira akan tetapi, terdapat beberapa kelemahan yang menyertai hukuman itu yakni:
- Efek kebiri kimia hanya bersifat sementara. Para pelaku yang mendapatkan suntikan zat kimia itu akan kembali normal. Maka, akan terbuka kemungkinan untuk mengulanginya kembali.
- Kebiri kimia tidak dapat dilakukan kepada para pelaku yang mengalami pengentalan darah. Ketika dipaksakan maka, yang bersangkutan akan mengalami stroke. Bagaimana dengan pelaku yang mengalami kekentalan darah? Yang bersangkutan akan bebas dengan alasan itu, dan akan terus beraksi.
- Kebiri kimia hanya diberlakukan kepada para pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan.Â
- Kebiri kimia tidak berlaku untuk pelaku dibawah umur (dibawah 18 tahun). Padahal, kekerasan seksual dapat saja dilakukan oleh anak-anak berumur dibawah 18 tahun.Â
Maka, kebiri kimia yang saat ini diberlakukan oleh pemerintah, tidak memberikan efek signifikan walau berbiaya mahal. Kebiri kimia, pemakaian alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman nama kepada publik, efeknya hanya memberikan sanksi sosial. Selebihnya, para predator seksual kepada anak-anak, akan tetap berkeliaran di mana-mana.
SALAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H