Manusia Makhluk Sosial
Manusia tidak hanya diciptakan secara personal tetapi juga secara sosial. Secara personal, manusia memang diberi kebebasan untuk mengatur dan menjalani hidupnya sendiri tetapi secara sosial, ia tidak dapat memisahkan diri dari keberadaan sesamanya. Sehebat apapun kebesaran yang dimiliki oleh seseorang, ia tetaplah membutuhkan orang lain untuk berkembang dan menjadi besar dan hebat.
" Satu kekeliruan terbesar yang dibuat oleh manusia adalah berpikir, memandang, dan      menerima segala keberhasilan yang diraih dalam hidup sebagai usaha dan perjuangan               dirinya sendiri" (Mex).
Akibat dari pola pikir di atas adalah mengabaikan serta melupakan campur tangan dan segala karya baik yang disumbangkan oleh orang-orang di sekitar bahkan Allah itu sendiri. Manusia dan segala pencapaiannya akan menjadi sempurna ketika ia tidak melupakan sesama dan Allah yang diimaninya dibalik kesuksesan-kesuksesannya.
Keterbatasan Manusia
Allah menciptakan manusia dengan sungguh baik adanya. Irama hidup manusia pada awalnya, tampak serasi, selaras, padu, indah, dan harmonis. Akan tetapi, semua itu menjadi kacau, tak beraturan, gaduh, parau, serak, bahkan berakibat fatal bagi irama hidup manusia selanjutnya, ketika ia berusaha untuk melawan, menyaingi, dan melepaskan diri dari sumber kehidupannya.
Akibatnya adalah manusia harus berpeluh keringat, mencucurkan air mata, dan bergumul dengan dunia untuk sampai pada kebahagiaannya. Manusia mempersulit dan melemahkan dirinya sendiri. Manusia menjadi rapuh, tak berdaya, dan terbatas dihadapan Allah dan sesamanya.Â
Ibarat gitar, manusia tidak lengkap dawainya lagi. Ibarat piano, ia kehilangan beberapa tuts kehidupan untuk dimainkan. Maka, untuk kembali menciptakan irama hidup yang indah, merdu, dan harmonis, manusia dituntut untuk melengkapi diri dengan sesamanya guna melengkapi ketidakterbatasan dawai dan tuts kehidupannya yang hilang itu.
Saling Mengisi
Tak dapat dipungkiri bahwa akibat dari kehilangan senar atau tuts kehidupan, membuat manusia mendapatinya dirinya dalam keterbatasan. Keterbatasan itu akan tertutupi dan menjadi sempurna ketika ia menyadarinya dan membuka diri untuk dilengkapi. Hanya dengan demikianlah, cita-cita dan keinginan luhur manusia untuk kembali menjadi sebuah alat musik yang dapat menghasilkan irama hidup yang indah, merdu, syahdu, menawan, dan harmonis akan tercapai.
Agar dapat melengkapi senar, dawai, dan tuts kehidupan dengan yang dimiliki oleh orang lain, pertama -tama manusia harus mengekang ambisi, mengembangkan sikap adil, tidak arogan atau sok hebat, terbuka untuk diisi, dan rendah hati untuk mengakui keterbatasan.