"如果你没有什么可说的, 请闭上你的嘴. 会议和会谈的目的是为了解决问题.", 邓小平.
Ribuan orang kehilangan nyawa sepanjang sejarah kereta api-an di Indonesia. Tabrakan antara kereta dengan kendaraan bermotor merupakan yang paling umum terjadi. Berbagai faktor seperti ketidaksabaran pengemudi kendaraan bermotor, kelalaian Penjaga Jalan Lintasan (PJL), dsb. mengakibatkan Indonesia harus kehilangan potensi sumber daya manusia yang tidak sedikit.
"Reserve your right to think, for even to think wrongly is better than not to think at all." - Hypatia of Alexandria.
Untuk menggerakan sebuah palang kereta, dibutuhkan energi berupa setidaknya seorang manusia dan listrik. Pembuangan energi sia-sia tersebut dapat diganti dengan membangun sebuah jembatan pelengkung di atas kereta api yang dapat dilewati oleh bukan saja pedestrians, melainkan juga kendaraan bermotor. Jembatan dengan ketinggian yang cukup dalam artian kereta api mampu melewati dibawahnya akan sangat membantu serta memberikan keamanan pengendara kendaraan bermotor yang hendak melintas.
Kendaraan bermotor tidak perlu lagi merasa takut akan risiko stall di atas rel kereta api. Kengerian melihat kereta melaju dengan cepat ke arah pengemudi sungguh dapat dihilangkan. Petugas Penjaga Jalan Lintasan (PJL) tidak perlu lagi lelah menjaga palang dan dapat melanjutkan kegiatan belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Permasalahan tata ruang mungkin hanya sedikit menghambat gagasan ini. Namun, dengan bentuk arsitektur yang tepat, sebuah jembatan kokoh, murah, nan tahan lama dapat terbuat.
Belajar dari konstruksi bascule bridge, river bridge seharusnya membuat jembatan di atas tanah tidaklah sulit. Dengan perhitungan yang matang baik dari sisi geologogis, kimia, fisika, dan matematika, jembatan penyelamat nyawa ini dapat menghemat pula waktu, tenaga, uang untuk difokuskan ke hal lainnya.
Penyebrang rel kereta api tidak perlu lagi menunggu kereta selesai melintas, ini merupakan win and win solution. Pahit di awal, manis dibelakang. Usaha sedikit dikeluarkan di awal untuk membangun jembatan, hasil kebebasan dinikmati belakangan.
Akhir kata, ide ini tentunya bukan merupakan ide yang benar-benar orisinil. Mengingat banyaknya film-film serta buku yang mungkin telah membahasnya. Penulis sebagai pembelajar abadi masih harus belajar. Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi, bermanfaat, dan berguna. Salam pembelajar, dan semoga para pembaca budiman berbahagia Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H