Mohon tunggu...
Muhammad Haninul Fuad
Muhammad Haninul Fuad Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di malang jawa timur, saat ini sebagai guru matematika SMAN 1 Sebangki Kabupaten Landak Kalimantan Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Anak Rimba Menghormati Gurunya

16 Oktober 2014   02:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:51 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: M. Haninul Fuad

Menjadi guru tidak sepenuhnya pilihanku. Ketika duduk di bangku SMP aku memang bercita-cita untuk menjadi guru matematika.Tapi, cita-cita itu hanya bertahan sampai aku klas 3 SMA. Aku mulai berfikir kalau menjadi seorang guru tidak cukup menyenangkan. Saat mengikuti seleksi masuk di perguruan tinggi aku menetapkan jurusan pendidikan matematika pada urutan nomor dua. Itupun karena pertimbangan dari pada beasiswa tak dapat aku raih.

Kujalani kuliah dengan setengah hati. Hasinya mungkin akulah sarjana terlama yang pernah ada. Hampir 11 tahun. Tapi masih ada kebanggan, karena aku mungkin satu-satunya sarjana dengan dua skripsi di dua universitas berbeda dan kedua skripsi itu lulus dengan nilai sangat memuaskan.

Itu kisahku. Tidak terlalu penting memang. Sekarang aku menjalani kehidupanku sebagai seorang guru di sekolah yang tidak bisa dibilang dekat dari kota. Aku menjadi pegawai negeri sipil di pedalaman Kalimantan Barat. Tapi aku tidak sedikitpun berkecil hati, sebab sebelum aku menjadi guru di pedalaman, ya paling tidak ada beberapa pencapaian yang bisa aku banggakan. Aku pernah menjadi kepala cabang sebuah bimbingan belajar terbesar di Indonesia. Aku juga pernah menjadi seorang direktur lembaga kursus, menjadi direktur pada perseroan komanditer (CV) yang aku dirikan sendiri yang pada akhirnya harus mengundurkan diri karena statusku sebagai pegawai negara. Tapi semua masih kumiliki. Termasuk senyum murid-muridku.

Kali pertama menjalani profesi sebagai seorang guru, aku sangat terkesan dengan murid-muridku. Aku menyebutnya anak rimba. Ya biar kedengaran agak dramatis. Maksudku biar terkesan sepi banget, meskipun kenyataanya memang seperti itu.

Saat saya memulai hari di mess (asrama) guru yang sepertinya tidak layak disebut rumah dinas, aku disambut dengan kegelapan. Tidak ada lampu. Sinyal hilang datang. Sepi yang lua biasa. Murid-muridku tahu kalau di sekolah ada guru baru yang mengajar matematika. Pak Fuad mereka memanggilku. Saat pagi hari kedua, saat aku bangun pagi dan belum mandi murid2 sudah berdatangan. Mereka datang ke tempatku sambil membawa hasil kebun mereka. Astaga! banyak sekali bawaan mereka. Ada beras berkantung-kantung. “Pak Guru ini dari wek aku pak gguru...” (wek itu panggilan ibu dari suku Dayak). Aku hanya bisa bilang terimakasih..

Sore hari di hari kedua mereka masih berdatangan. Ada yang bawa sayur genjer yang mereka ambil dari sawah mereka. Ada yang membawa buah hutan yang aku harus belajar memakanya sambil sesekali mereka menertawakan saya.

Aku kira kejadian ini hanya sekali di awal perkenalan saya. Rupanya mereka masih sering membawakan aku hasil hutan mereka. Nilainya tidak seberapa memang, tapi untuk mengantarkan barang-barang itu ke tempatku butuh waktu lebih dari satu jam berjalan kaki. Itu karena kaki mereka sudah terbiasa jalan. Mungkin kalau aku yang harus jalan bisa-bisa sampai tiga jam.

Aku suka cara mereka memperlakukan aku. Semangat murid-muridku akhirnya menumbuhkan semangatku. Kini aku mulai merasakan begitu indahnya menjadi guru di sini. Ku kenalkan merekadengan internet. Betapa bahagianya mereka. Sama bahagianya dengan aku yang sedang mengingat-ingal almarhum bapakku, ternyata pesan terakhir yang belum aku lakukan adalah menjadi seorang guru. “Bapak, ini bakti anakmu kepadamu” ini juga baktiku pada negeriku, yang sekaligus bentuk terimakasihku atas sambutan hangatmu murid-muridku. Ayo kita terus semangat belajar...

Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun