Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serba Serbi Hidup di Kontrakan

12 Oktober 2023   09:32 Diperbarui: 12 Oktober 2023   09:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Serba Serbi Hidup di Kontrakan
Episode 1. Para Pemulung Tangguh

Tiga tahun usia pernikahan kami, dan pada tahun ketiga aku ikut diboyong suami, hidup di sebuah kota kecil nan ramai. Hidup jauh dari keluarga dan orang tua, tentu ada suka ada dukanya. Namun karena bersama suami, aku jalani dengan santai saja.


Suamiku adalah lelaki dewasa yang aktif di dunia sosial juga menggeluti wirausaha sederhana.


Pagi hari rutinitasku adalah mengantarkan sang pujaan hati berangkat mencari sebongkah berlian dan sekarang beras, aku iringi ia dengan doa, semoga Allah mudahkan rezekinya, jika jauh didekatkan dan selalu dalam keberkahan.

Setelah suami berangkat, aku kembali masuk ruangan mini, kontrakan yang hanya ada tempat tidur dan kamar mandi di dalam. Sementara dapur bergabung dengan rumah induk milik ibu kos.

Krotak!
Kretek!
Kuintip dari balik gorden, suara apa di luar sana? Terlihat seorang ibu berjilbab instan dengan celana panjang tanggung sedang sibuk mengorek-ngorek tempat sampah.
Ibu pemulung yang biasa mampir setiap pagi mencari rongsokan.


Sejenak aku terpaku, berpikir gerangan apa yang bisa aku berikan sebagai sedekah meski ala kadarnya.  Mataku tertumbuk pada tiga butir telur dan satu bungkus mie instan dan setengah kilo beras.
Segera kubungkus dan aku berlari ke luar. Sayang, ibu tersebut sudah tidak ada di depan dan sudah pergi menjauh. Ya sudah belum rezekinya. Namun dalam hati bergumam

 "Bu menoleh lah ke sini," Ajaib, ibu pemulung tersebut menoleh. Segera kulambaikan tangan dan ia pun mendekat. Segera kuserahkan pemberian yang tak seberapa itu, namun ibu tersebut menyambut ya dengan semringah, terucap banyak doa dari lisannya  yang membuat hati ini menjadi malu.

Belakangan aku tahu bahwa ibu pemulung tersebut  adalah seorang janda, dengan tiga orang anak yang masih sekolah. Telah empat tahun menjanda dan harus hidup dengan keras bersama tiga anaknya. Aku tahu itu dari cerita ibu kos yang banyak tahu akan semua warga setempat. Terbayangkan betapa berat ujian yang ia tanggung bukan?

Hari ini suamiku belum pulang, biasa dia pulang dua atau tiga hari sekali, karena memang tuntutan kerjaan.


"Teh ..., ga belanja. Teh!" teriak ibu kos dari luar memanggil.
Segera ku buka pintu kamar kontrakan mini ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun