Pagi ini Mas Amir sedang mempersiapkan perlengkapan Aremania dengan wajah sumringah dan senyum merekah. Katanya, nanti malam mau nonton bola ke stadiun Kanjuruhan. Padahal dia lebih sering nonton di rumah kalo ada pertandingan.
"Mas ini kopinya," Â aku beranjak duduk disampingnya setelah menyuguhkan secangkir kopi dan pisang goreng hangat sebagai menu sarapan pagi. Sesekali aku bergelayut manja.
"Dek, kamu ga apa ya  nanti malam Mas tinggal? Hari ini mas ga kerja, bengkel biar di jaga Anto aja. Mas mau nemenin kamu seharian, sebelum Mas tinggal." ujarnya sambil mengelus perut  yang buncit ini. Â
Usia kandunganku telah memasuki 7 bulan, pasti anak kami bahagia punya ayah yang penyayang. Â Buah hati yang telah kami tunggu selama 5 tahun, sebantar lagi akan hadir melengkapi kebahagiaan kami.
"Berangkat sama siap mas ?" tanyaku memastikan. Dalam kondisi hamil begini tak jarang hati ini sensitif, kerap dirundung rasa cemas.
"Sama rombongan kelurahan tiga  puluh orang. Kita berangkat bada magrib,"  jelasnya  dengan senyuman.
"Oiya dek ini dompet mas, ada dua ATM tabungan kita kamu simpan ya, di lemari ada surat-surat penting, buat jaga-jaga, simpan dengan baik."
"Mas apa ga sebaiknya kamu nonton di rumah ibu  aja sama aku mas?  Nonton bola di stadion, aku hawatir...," Aku tak melanjutkan ucapan, entah kenapa rasanya aku tidak mau ditinggal malam nanti.
"Sekali ini aja kok dek, besok-besok mas fokus Sama kamu dan anak kita oke?" ga usah hawatir nanti malam pasti aman, ga ada suporter lawan kok." Â Penjelsan mas Amir tidak merubah suasana hati, tapi sudahlah mungkin hanya bawaan orok. Untuk menghilangkan kecemasan, aku temani mas Amir sarapan.
Seharian mas Amir mendampingi ku, semua pekerjaan rumah ia ambil alih, hari sepesial untuk istri katanya, cucian, setrikaan bahkan masakan pun ia persiapkan. Tentu saja aku merasa senang, Â mas Amir memang suami yang baik, ga segan membantu pekerjaan istri jika sedang di rumah.
"Dek ayok makan?" diambilkan nasi serta lauk dan sayuran.