Tanah Karo yang dikenal dengan sebutan, " Bumi Turang" terdiri dari 17 kecamatan sekitar 259 desa dan 10 kelurahan dengan berbagai agama yang dianut, dan mayoritas pemeluk agama Kristen sekitar 75% dan sisanya terbagi dengan Islam Budha dan Hindu.Â
Kabupaten Karo "Bumi turang" yang dikenal dengan ibu kota Kabanjahe dan salam  "Mejuah - juah" serta adat istiadat yang masih kental dengan slogan, mergasilima rakut siteku tutur si waluh perkade - kaden sepuluh dua tambah sada.Â
Masyarakat Karo yang berprofesi sekitar 60-70% berprofesi sebagai petani, karna kesuburan tanah yang diakui dunia, terlihat dengan hasil bumi beranekaragam dihasilkan dari tanah Karo Simalem.Â
Selain hasil bumi, kabupaten Karo juga dikenal dengan Adat budaya, terlihat disetiap desa yang bertebar masing-masing memiliki Pesta Adat tahunan "Kerja Tahun" Â yang mana sebelum menganut agama, Â masih memiliki kepercayaan "Agama Pemena" kerja tahun adalah bentuk rasa terimakasih kepada Sang Pencipta pada masa lampau.Â
Seiring berjalannya waktu peradaban akhirnya masyarakat Karo yang sudah menganut kepercayaan beragama, perlahan kerja tahun beralih fungsi menjadi ajang pelepas rindu sesama kerabat, Â dan moment kerja tahun dimanfaatkan perantau tanah Karo sebagai agenda "Pulang kampung".
Kerja tahun masyarakat Karo disetiap desa berbeda makna yang disebut dengan istilah - istilah,  guro - guro aron, merdang merdem, nimpa bunga benih, ngelemang ngerires, mburo ate tedeh, yang mana kerja tahun desa beda-beda waktu namun musim kerja tahun biasanya dibulan  juni, July, dan Oktober namun ada beberapa desa yang merayakan kerja tahun berbeda waktu antara lain desa Batukarang  bulan Januari, Juhar bulan Agustus dimana penetapan hari pelaksanaan berdasarkan kalender Karo.Â
Pada dasarnya kerja tahun dilaksanakan dua hari berturut-turut hari pertama disebut dengan "Motong atau Erbante" yang mana akan disediakan makanan khas tradisional Karo beraneka ragam, dan hari kedua disebut dengan "Matana" di moment tersebut akan dilakukan acara "ngmbur lau simalem-malem" ritual ini adalah penghormatan kepada leluhur yang sekarang disebut dengan jiarah, hal yang tabu dalam masyarakat Karo adalah merayakan kerja tahun apabila dalam keluarga ada kemalangan dan belum berlalu satu kali kerja tahun makan disebut dengan "Rendem" dan hari ketiga setelah kerja tahun dinamai dengan " Rebu" di mana masyarakat Karo dulunya tidak akan bekerja mengunakan alat dan benda-benda tajam karna bisa kualat, di hari ini masyarakat Karo memilih bercengkrama dengan keluarga.Â
Hal yang paling ditunggu adalah hiburan yang biasa dimeriahkan dengan "Adu perkolong-kolong" dan guro-guro aron dimana setiap muda mudi berpakaian adat Karo dan saat menari berpasangan dengan "tutur Impal" beda marga, untuk itu orang tua yang mengerti adat/tokoh adat akan mengatur setiap yang berpasangan, tak jarang yang menghadiri kerja tahun mendapatkan pasangan hidup di moment ini.Â
Nah orang Karo yang merantau akan sangat merindukan moment kerja tahun, karena banyak kenangan dan kisah menarik yang menjadi cerita di balik kerja tahun. Mari lestarikan adat budaya melalui kerja tahun tanpa mengesampingkan nilai dan norma-norma agama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H