Mohon tunggu...
Mawar Merah
Mawar Merah Mohon Tunggu... -

Mawar Merah tidak hanya membawa lebih banyak makna daripada banyak warna mawar yang lain, hal ini juga salah satu yang paling universal dari semua simbol. Sepanjang sejarah mawar merah telah memberikan banyak signifikansi. Mawar merah telah diwakili dalam karya seni yang tak terhitung jumlahnya, dari lukisan klasik dan puisi musik modern dan media. Mereka telah muncul sepanjang sejarah dan di banyak budaya sebagai simbol politik dan agama. Para mistik bunga mawar merah telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak beragam sepanjang zaman. Namun, sebagai simbol untuk cinta: mawar merang paling diakui.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bangunlah Pendidikan Wawasan Maritim

16 April 2010   12:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:46 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Ir. Soekarno dalam National Maritime Convention I (NMC), 1963)

Dalam pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Manajemen Transpor Laut,Prof. Capt. Hananto Soewedo, M.Mar., S.E., M.M., Ph.D. menyatakan untuk dapat menimbulkan kebijakan pemerintah yang beorientasi bidang maritim, harus ditunjang oleh adanya visi kebijakan pendidikan yang berwawasan maritim,dan membangkitkan visi kebijakan kebudayaan yang bersifat kemaritiman,serta didukung oleh visi kebijakan administrasi.

Menurutnya, visi kebijakan pendidikan yang berwawasan maritim di Indonesia sungguh memprihatinkan. Tertinggalnya pendidikan kemaritiman di Indonesia dapat terlihat jika dibandingkan dengan Negara Malaysia. Hasil pendidikan kemaritiman yang serius dan didukung oleh kebijakan pemerintah di Malaysia membuahkan hasil yang sangat menggembirakan bagi Negara Malaysia.

“Sangat sedikit profesor dibidang maritim dan tertinggalnya Perguruan Tinggi Maritimdi Indonesia.Masalah paling mendasar adalah bergesernya transformasi pembelajaran visi bangsa, yaitu visi maritim menjadi visi kontinental (daratan),” ungkapnya prihatin.

Senada dengannya, Basuki melihat sedikitnya jumlah profesi guru maritim karena tidak dihargainya profesi mereka. “Adakah pemerintah menyediakan profesi guru maritim? Tidak. Pihak swasta tergopoh-gopoh menyediakannya. Sekarang menyediakan profesi guru maritimsulit,” ucap purnawirawan TNI-AL bintang satu ini. Ia juga berpendapatdi sekolah maritim niaga penghasilan guru setiap jamnya kalah dengan tukang pijet.

Padahal, untuk menjadi guru pelaut harus memenuhi sertifikat internasional. “Sertfikat untuk menjadi guru pelaut sesuai standar Internasional Maritime Organization (IMO),” kata Ketua APPMI (Asosiasi Pendidikan Pelatihan Maritim Indonesia).Menurutnya, pemerintah sekarang apa pernah mensosialisasikan sekolah maritim? Kebanyakan hanya memperkenalkan SMK mengenai pariwisata, perhotelan, otomotif dan kecantikan. Sementara, sosialisasi menjadi pelaut tidak ada. Lebih lanjut, Basuki berharap, agar pemerintah lebih mendengarkan para pelaku pendidikan maritim, untuk mensosialisasikan tentang pendidikan kemaritiman kepada generasi muda. “Besarnya anggaran pendidikan sekarang, saya meminta untuk membeli beberapa simulator kapal,” harapnya.

Secara terpisah, Hananto berpendapat bahwa pentingnya pengenalan konsep maritim keIndonesiaan yang cakupannya sangat besar. “Suatu lingkungan alam terbentuk secara alami, terdiri atas hamparan perairan laut yang luas dengan beribu pulau besar dan tersebar di dalamnya, yang merupakan satu kesatuan laut pulau secara utuh dan bulat, termasuk udara di atasnya, berikut sumber daya alam dan lingkungan alam, baik yang berada di atas, di dlaam, di dasar, maupun yang berada di bawah dasar laut,” ucapnya saat membaca pengertian maritim menurut Machmud Subarkah (2000) dalam buku Dewan Maritim.

Tidak hanya itu, transformasi pendidikan perlu adanya peraturan internasional tentang kemaritiman Indonesia, dari zaman penjajahan sampai kemerdekaan. Yaitu,perkembangan batas tertorial laut pada Ordonansi Hindia Belanda (1939), Deklarasi Djuanda, pengakuan dari United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) III Tahun 1982,dan diratifikasi tahun1985,serta diundangkan secara Internasional pada tahun 1994).

Penerima Gelar Doktor Philosophy (Ph.D) pada Universiti Utara Malaysia bidang Manajemen Transpor Lautberpendapat, pendidikan bervisi maritim berupa pembelajaran transformasi tentang sejarah dan pewarisan maritim dalam kehidupan masyarakat dan memotivasi masyarakat untuk membangkitkan tradisi maritim dan melestarikannya. Selain itu, pendidikan transformasi maritim bertujuan untuk menyadarkan generasi muda bahwa Negara dibangun harus dengan visi maritim. Yangmana saat masa kolonial Penjajahan Belanda, kata Hananto, sempat dengan sengaja pendidikan visi maritim ke pribumi dihambat. Dimana kolonial telah merusak kejayaan laut, dan mengganti paradigma bangsa laut menjadi paradigma bangsa continental.

Lebih lanjut, Hananto menceritakan tentang dihambatnya pendidikan pribumi saatpelayaran niaga berkembang. Pelayaran niaga semakin berkembang, dengan hadirnya kongsi pelayaran milik kerajaan Belanda yang bernama Koninklyke Paketvaart Maatschappy (KPM) dizaman penjajahan. Tujuan didirikan KPM di bumi Nusantara oleh penjajah Belanda adalah untuk melindungi arus barang, yaitu rempah-rempah dari Hindia timur sebagai jajahan Belanda, agar jangan sampai dikirim ke negeri lain.

Pada masa itu pelayaran dan pelabuhan laut di Indonesia berkembang dan tataniaga pelayaran yang baik mulai dikenal oleh bangsa Indonesia. Namun sayang, yang melakukan adalah penjajah, sehingga dalam bidang pelayaran dan pelabuhan bangsa Indonesia hanya dapat menduduki posisi sebagai rendahan, sedikit sekali jumlah perwira kapal berbangsa Indonesia yang bekerja di kapal-kapal KPM. Meskipun pelayaran dan pelabuhan semakin berkembang dan jumlah kapal armada dari KPM terus meningkat, namun ada batasan yaitu jabatan nahkoda kapal harus dipegang bangsa Belanda.

“Strategi itu disengaja oleh penjajah Belanda agar bangsa Indonesia tetap terbelakang dalam bidang pelayaran dan pelabuhan. Hanya sebagian kecil dari putra Indonesia yang dapat mengikuti pendidikan pada sekolah pelayaran di negeri Belanda, yang kelak dapat bekerja sebagai perwira di kapal-kapal KPM, dan jabatan tertinggi di atas kapal yang dapat diduduki hanya Mualim I (Chief officer),” ungkap Veteran Pembela Kemerdekaan RI, oleh Menteri Pertahanan pada tahun 2003 ini.

Hananto melihat pendidikan pelayaran di Indonesia jauh tertinggal dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia. “Universitas Jember, Universitas Sebelas Maret, dan Universitas Jenderal Soedirman sekarang lebih maju, sementara sekolah tinggi pelayaran sangat lamban perkembangannya,” ucapnya. Oleh karena itu, dia mengusulkan kepada Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Perhubungan agar bekerjasama membuat universitas/institut Maritim diIndonesia.

Bukan tanpa alasan, sangat sedikitnya ahli manajemenpelayaranniaga menjadi masalah tersendiri. Saat ini, seorang pelaut hanya memperoleh Ijazah Kompetensi Pelaut (perwira) di Indonesia dan belum dapat disetarakan dengan ijazah yang dikeluarkan oleh DIKNAS. Padahal, kata Hananto, pendidikan kemaritiman di Malaysia mendapatkan ilmu salah satunya dari Indonesia. “Malaysia, untuk mendidik kemaritiman telah berdiri Akademi Laut Malaysia (ALAM) yang, kondisinya saat ini sudah berkembang dengan sistem pendidikan yang, dapat dibanggakan oleh bangsanya. Pendirinya adalah putra Malaysia tamatan Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) di Indonesia. AIP diresmikan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Sekarang bernama Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP),” jelas seorang ayah yang dikaruniai satu anak dan satu cucu.

Setidaknya, kata pria kelahiran Surabaya ini, lulusan STIP sudah diakui oleh Diknas dengan status ijazah D IV, dahulu lulusan STIP bingung karena tidak ada pengakuan status. Meski, dirinya masih bingung dengan struktur organisasi pendidikan pelayaran yang ada di bawah Departemen Perhubungan. Dimana ada dua lembaga yang berlainan membawahi sekolah pelayaran. Yang pertama STIP di bawah Kapus Diklat Laut, dan yang lainnya Balai Besar Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP) dibawah Badan Diklat.

Menurutnya, kedua sekolah tersebut, harus diurus oleh satu badan saja, agar efektif.“Jadi kalau sudah tamat di STIP, lalu meneruskan pendidikan nahkoda disekolah Spesialis I dan Spesialis II,” usulnya. Untuk sekarang mulai ada secercah harapan, pada Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dibawah Departemen Perhubungan, membuka kesempatan bagi STIP untuk menjawab tantangan melaksaanakan tingkat pendidikan yang, lebih tinggi sampai ke jenjang S2 dan S3, yaitu Spesialis I (Sp I) dan Spesialis II (Sp II) untuk bidang professional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun